dunia maya
Rabu, 13 Mei 2020
Syahwat seorang isteri - 3
Aku sudah memasuki tahap tak akan mundur lagi dalam memenuhi nafsu libidoku. Aku harus teruskan permainan sandiwara ini. Dengan setengah menutup mata sambil memegangi betis aku terus menangis dan mengaduh-aduh, atau lebih tepatnya mendesah-desah sambil berguling menggeliat-geliat di kasur. Kadang tengkurap, setengah tengkurap atau telentang. Aku yakin suguhan pemandangan ini akan langsung menggoda saraf birahi Bang Darius.
Kurasakan urutan tangannya tersendat. Diperlukan minyak untuk pelicin. Dari meja rias di sebelah ranjangku kuraih 'baby oil' yang sering kupakai untuk membersihkan lubang kuping.
"Pakai ini Bang..," kusodorkan padanya agar urutannya lancar sambil terus mengeluarkan rintihan yang membuat iba pendengarnya. Walaupun nampak sangat bingung, rupanya soal urut mengurut tidak terlampau susah bagi Bang Darius ini. Mungkin di rumahnya dia juga sering mengurut anak atau istrinya. Dengan minyak yang kusodorkan dia mengurut lebih nikmat.
"Yaa, enak, baang.. teruss," rintihku yang sengaja kuperdengarkan dengan nuansa kemanjaan dan sangat erotis. Aku tahu pasti, mendengar rintihanku ini Bang Darius akan sesak nafas menahan syahwatnya. Dan itu kurasakan ketika urutan tangannya mulai melebar dan naik ke arah betisku. "Biar cepat baik, Bu," kudengar bicaranya bergetar.
"Iya, Bang, enakan disituu..," aku terus mendorongnya sambil mengeluarkan jurus menggeliat-geliatkan pinggul dan pantatku serta menaburkan erangan dan rintihan erotisku secara berkepanjangan.
Dan aku mulai merasakan hasilnya. Tangan Bang Darius merambah lebih lebar lagi. Dia sudah meraih lututku. Aku sendiri semakin terbakar oleh birahiku.
"Ah.. Bang Darius.. yaa.. enaakk.. teruss.. baang.. Enaakk..'.
Dengan tetap setengah menutup mata aku meliuk menambah gelombang geliatan pada pinggul dan pantatku. Aku rasa Bang Darius sudah tak lagi konsentrasi untuk menyembuhkan aku. Aku merasakan pijatannya sudah berubah menjadi remasan-remasan. Aku pastikan bahwa Bang Darius sudah masuk jeratku saat tangannya mulai menjamah pahaku dan kemudian naik hingga pangkal pahaku. Dan akhirnya..
"Buu.., Bu Ayuu.. Ayyuu..," tiba-tiba kudengar suranya yang semakin bergetar memanggil manggil namaku. Ah, dari mana dia tahu namaku. Aku tidak menjawab kecuali meneruskan rintihanku.
Dan memang Bang Darius tidak menunggu jawabanku. Dia langsung rebah keranjang menindih tubuhku, kemudian dengan tangannya langsung menjemput pinggulku, meraih dan memeluki aku dengan kedua tangan kasarnya. Didekapkannya tubuhku ke tubuhnya. Kurasakan gumpalan dadanya melekat di dadaku. Tak ayal lagi aku langsung sambut pelukannya. Kuraih bahunya yang gempal itu.
"Baanng..," dengan tak tertahankan aku menjemput bibirnya untuk aku pagut dan lumati. Uuhh.. akhirnya kudapatkan bibir dan lidah yang kasar ini.
Seperti singa liar, Bang Darius menyambut lumatan hausku dengan buas. Bibirnya menyedot bibirku. Tangannya yang penuh otot itu langsung turun kebawah untuk menjamah dan meremas-remasi vagina di balik jeans-ku. Saat bibirnya kulepaskan dia meliar ke leherku. Dia sedoti kulit leherku. Jangan .., nanti keluar cupang. Tetapi nikmat yang kurasakan membuat aku tak mampu mengelak dan Bang Darius tak lagi mendengarku. Yang dia dengar kini hanyalah syahwat hewaniahnya yang buas itu. Dari leher dia turun ke dadaku. Dia renggut blusku dengan kasar hingga kancing-kancingnya putus lepas. Dia tenggelamkan wajahnya ke belahan dadaku. Dia menciumi buah dadaku dan menyedoti puting-puting susuku. Aduuhh, luar biasa nikmat yang kutanggung ini.. Aku langsung terlempar ke awing-awang dan tak lagi menyadari bahwa aku masih istri Mas Surya itu. Rasanya aku terbawa gelombang tsunami yang menghempas-hempaskan sanubariku di karang-karang terjal pantai kenikmatan. Aku remuk redam dalam nikmatnya syahwat. Ayoo, baang.. teruss.. jamah seluruh tubuhkuu bang.. teruus..
Sambil terus melumat susuku, dengan tak sabarnya dia lepasi celana jeans sekaligus celana dalamku. Dan dia lepasi pula celananya sendiri. Kulihat sepintas penisnya yang super itu langsung lepas terayun-ayun. Aku menggigil membayangkan apa yang akan dia lakukan padaku.
Mungkin seorang macam Bang Darius ini tak lagi perlu 'foreplay' yang romantis. Begitu aku bugil dia langsung terkam aku. Dia kuak pahaku dan tubuhnya masuk di antaranya. Kemaluannya yang mengayun-ayun itu di pegangnya dan langsung di arahkan untuk menembusi vaginaku. Ternyata aku merasakan nikmat atas kekasarannya itu. Sambil dia tekan kemaluannya ke vaginaku kembali bibirnya menjarah buah dadaku dan menggigit-gigit pentil-pentil susunya. Duh, nikmat tak tertanggungkan. Aku menggelinjang dan merintih penuh manja. Darah birahiku memang telah menyala berkobar-kobar.
Bagiku 'foreplay'ku sudah berlangsung berhari-hari sebelumnya. Kini yang aku dambakan memang selekasnya kemaluan Darius yang super itu masuk meretas dinding-dinding vaginaku yang sudah telah lebih 3 minggu menunggunya. Sepertinya aku dilanda kehausan yang amat sangat. Aku kuak sendiri lebih lebar pahaku untuk memberi kesempatan kemaluan Darius cepat menemukan dan menembus gerbang vaginaku.
Dan..,
"Ooohh, Baanng.. Aku rindu Abaang.. Aku rindu kamu bang.. Aku rinduu..
Kemaluan itu bergocek menggelitik bibir-bibir vaginaku. Kepala penisnya yang bulat besar itu tidak mudah menembus gerbang vaginaku yang sempit. Kulihat dengan tak sabarnya Bang Darius meludahi tangannya untuk mengusapkan pelicin pada bibir vaginaku. Dan setelah beberapa kali saling tekan dan dorong, penis Bang Darius itu berhasil.. blezz.. merambah bibir vaginaku, tembus untuk langsung dijepit dinding-dinding vaginaku. Daging besar yang hangat milik Bang Darius telah masuk ke perangkapnya. Dinding vaginaku mencengkeram untuk tak melepaskannya. Aku merasakan vaginaku mengempot-empot seperti hendak menghisap habis darahnya. Sensasi nikmat yang luar biasa telah melandaku.
Duhh.. surga duniaa.. Rasanya aku ingin pingsan untuk mengabadikan kenikmatan tak bertara ini. penis Darius terus melesak menyodok gerbang rahimku. Aku menjerit kecil. Dia menekan sedikit lebih menyodok lagi. Aku kembali menjerit .
Pada tarikan pertamanya kurasakan seakan batang panasnya itu meninggalkan sejuta rama-rama yang menebari saraf-saraf peka pada dinding vaginaku. Kegatalan pada seluruh permukaan dinding membuat cengkeraman vaginaku akan terasa sangat legit pada batang kemaluan Bang Darius. Dia melenguh hebat sambil menggigit leherku. Aku kembali menjerit sekaligus menggeliat dan goyangkan pantatku yang enggan..
Itulah pola awal yang seterusnya menjadi gerakan ritmis pompaan kemaluan Bang Darius pada vaginaku. Saat Bang Darius menusuk, vaginaku menjemput dan melahap lebih dalam. Saat Bang Darius menarik, vaginaku mencengkeram seakan menahannya. Gerakan ritmis itu berulang ratusan kali sambil bibir-bibir kami terus menerus saling sedot atau gigit.
Dan kini aku mulai merasakan seluruh saraf-sarafku mulai merangkak menapaki jalan menuju puncak-puncak kenikmatan syahwat. Keringatku yang mulai mengucur deras membuat Bang Darius semakin gencar melangsungkan pompaannya. Desahan dan rintihan nikmatku memacu Bang Darius untuk terus melahapi puting susuku, leherku, ketiakku, buah dadaku. Aku sudah membayangkan ciuman-ciuman buas Bang Darius ini akan meninggalkan cupang-cupang yang bertebaran di tubuhku. Bagaimana aku mesti berhadapan dengan Mas Surya, soal nanti sajalah..
Penis Bang Darius yang keluar masuk semakin liat dan legit kurasakan dalam cengkeraman vaginaku. Dan kini aku benar-benar berada di ambang puncak itu.
"Ampuunn.. Baanng.., ampuunn.. Baanng.., teruus Bang.. aku nggak tahaann.."
Bang Darius tahu apa yang akan kudapatkan. Dia terkam, jilat dan sedoti ketiakku dengan lebih ganas. Rupanya dia betul-betul bernafsu dengan ketiakku ini.
Dan akibatnya rasa yang kualami sungguh luar biasa. Rasa macam itu tak pernah kuraih saat aku tidur dengan suamiku, Mas Surya. Rasa yang luar biasa itu adalah datangnya orgasmeku secara merambat dalam mendekati klimaksnya. Sepertinya nikmat merambat menjalari setiap urat-urat bagian tubuhku. Rambatan nikmat itu mengarah menuju ke titik pusat yaitu wilayah vaginaku. Kondisi itu membuat aku secara refleks bergelinjangan dan meliuk-liukkan tubuhku bak ulat sutra yang bergelut. Tentu saja hal itu semakin membuat syahwat Bang Darius menggelora. Dengan sepenuh energinya dia terus menimba kenikmatan dari gelinjang dan liuk tubuhku.
Dan ketika akhirnya orgasmeku datang, Bang Darius tak mampu menahan emosiku. Cakar-cakarku langsung menancapkan kukunya ke punggungnya hingga meninggalkan goresan luka. Orgasmeku yang datang itu menerjang kesadaranku. Aku sepertinya tercekik dengan nafasku yang tersengal-sengal terlanda nikmat yang amat sangat. Hal itu berlangsung berdetik-detik, secara beruntun. Sampai-sampai aku seperti orang kesurupan menghentak-hentakkan kepalaku ke bantal. Rambutku terlempar-lempar awut-awutan.
Sementara itu, ternyata orgasme Bang Darius juga datang menyusul. Oleh karenanya dia sama sekali tidak mengendorkan pompaannya. Semakin tajam, semakin kuat dan cepat penisnya terus merangsek ke dalam vaginaku.. hingga meledaklah cairan panas yang menyemprot dan meluberi vaginaku. Seperti kuda jantan yang membuahi betinanya dia menggeliat dan mendongakkan kepalanya sambil mengeluarkan teriakan histeris. Berliter-liter spermanya tumpah hingga membuat vaginaku kuyup dalam cairan lendir kental itu.
Klimaks yang datang bersama-sama itu benar-benar menguras seluruh tenaga kami. Pada saat segalanya usai kami langsung rubuh bersama. Tubuh-tubuh telanjang kami terkapar melintang di ranjang. Yang kemudian terdengar hanyalah nafas-nafas panjang dari aku maupun Bang Darius. Kami sangat kelelahan. Aku langsung diserang rasa ngantuk yang luar biasa. Aku masih merasakan ciuman-ciuman terakhir Bang Darius sesaat setelah klimaks bersama tadi. Sesudah itu aku tertidur tanpa ingat apa-apa lagi. Sesaat aku terbangun meraba Bang Darius di sebelahku. Ternyata dia sudah bangun lebih dahulu. Rupanya dia langsung pulang tanpa membangunkan aku yang demikian pulas tertidur.
Jangan tanya keadaan ranjangku. Sesudah semuanya selesai baru kusadari betapa pertarungan kami itu benar-benar memporak porandakan ranjangku. Seprei tempat tidurku telah terbongkar. Bantal dan gulingku terlempar ke lantai. Pakaian kami terlempar entah kemana.
Aku cepat bangun dan mandi. Kubersihkan kemaluanku dari lumuran sperma Bang Darius. Kemudian kurapikan kembali kamarku. Aku ganti seprei dan sarung bantalnya. Aku pastikan tak ada lagi jejak-jejak yang akan mengundang kecurigaan suamiku. Untuk menutupi cupang-cupang di dadaku aku cukup pakai baju yang rapat. Yang membuat aku agak panik adalah cupang di leher. Akhirnya aku putuskan untuk berpura-pura terserang batuk sehingga aku selalu menggunakan selendang penutup leher. Ternyata cupang-cupang itu baru hilang sesudah 4 hari.
Beberapa hari sesudah peristiwa itu, aku banyak melamun. Aku membayangkan kembali nikmat luar biasa yang kudapatkan dari Bang Darius. Rasa sesak vaginaku saat mencengkeram kemaluannya sungguh tak bisa kulupakan. Rasa legit saat cairan birahiku mulai membasah untuk mengiringi pompaan kemaluan Bang Darius benar-benar tak pernah kuraih dari Mas Surya.
Sejak hari itu aku tak pernah jumpa lagi dengan Bang Darius. Menurut temannya dia telah pulang ke kampung. Dia menggarap sawah warisan orang tuanya. Aku sedikit menyesal karena pada hari itu aku nggak sempat membayar upahnya.
Terus terang aku akui, berbulan-bulan sesudahnya aku dilanda rasa sepi. Kepuasan seksual semakin sulit kudapatkan dari suamiku. Tentu saja aku tidak mungkin terjun menjadi perempuan haus seks yang bisa kuraih dengan mudah karena kecantikan dan sensual yang kumiliki. Aku ingat pada kata-kata seorang teman, bahwa kepuasan seksual tak akan habis-habisnya kecuali seseorang telah memahami makna dari kepuasan itu.
Kini aku mencoba belajar memahami kata-kata itu. Dan rupanya Mas Surya sangat peduli padaku. Dia memiliki kepekaan dan bisa membaca bahwa aku sedang bermasalah. Pada saat dia mendapatkan cuti dari kantornya yang selama 1 bulan perusahaannya juga memberikan bonus berupa pilihan tamasya ke kota-kota dunia. Mau ke New York, Paris, Tokyo atau kota dan negeri lain. Sesudah mempelajari tempat-tempat tujuan dari berbagai brosur yang kami dapatkan dari agen perjalanan akhirnya kami memilih tamasya safari ke Serengeti, taman nasional di Afrika. Tempat itu sangat eksklusive.
Mungkin tidak menarik bagi turis populer. Kami menikmati pemandangan alam yang sungguh fantastis saat matahari terbit maupun tenggelam. Kami langsung menyaksikan kehidupan binatang liar banteng, singa, jerapah, cheetah dan sebagainya di alamnya yang sejati. Selama lebih dari 20 hari kami tidur di pondok-pondok pedalaman Afrika itu. Kami makan makanan asli setempat yang tentunya sudah diolah dengan standar makanan yang baik, karena pondok itu dikelola oleh jaringan hotel internasional. Kami tidak menonton TV dan tidak berhubungan telepon dengan dunia luar untuk lebih mendapatkan dan menghayati suasana yang benar-benar alami selama kami tinggal.
Dan yang hebat, aku dan Mas Surya merasakan sebagai bulan madu kami yang kedua. Aku bisa meraih kembali kegembiraanku sebagaimana kegembiraan sebelum menonton VCD di tempat Mbak Sari itu. Kini kusadari betapa Mas Surya telah sepenuhnya menunjukkan kemampuannya sebagai lelaki sejati. Berkali-kali aku berhasil meraih orgasme pada setiap hubungan seksual bersamanya. Saat pulang aku sepertinya lahir kembali ke dunia. Mampu memandang hari depan yang penuh cerah dan kegembiraan. Jauh dari sekedar mengejar kepuasan dunia.
Syahwat seorang isteri - 2
Dan kusaksikan kini detik-detik seorang pria meregang karena orgasmenya. Dengan sedikt teriakkan kecil, dia meregangkan tubuhnya hingga seperti busur yang melengkung ke belakang. Sementara penisnya yang begitu tegak dan tegar lurus ke arah depan menampakkan kepalanya yang bulat licin berkilatan karena menahan tekanan darah dari dalam. Dan aku sedikit tersentak kaget saat tiba-tiba kusaksikan puncratan pertamanya. Spermanya muncrat seperti peluru yang di tembakkan kearah dinding kamar mandiku. penis itu mengangguk setiap memuncratkan cairan kental dan pekatnya. Kusaksikan ada sekitar 7 kali penis itu mengangguk dan memuncratkan spermanya. Ternyata begitu banyak kandungan sperma abang ini.
Sesudahnya nampak si abang dengan lunglai bersandar kedinding untuk istirahat sejenak. Mungkin energinya tersedot habis. Aku bergegas bangkit dan kembali ke kamarku sebelum dia memergoki aku.
Saat aku keluar dia masih juga di kamar mandi. Kesempatanku untuk membuatkan dia teh panas manis. Sikapku wajar-wajar saja saat dia muncul dari pintu kamar mandiku.
"Ayo, Bang, minum dulu..," kutawarkan minumannya dan kuberikan upah becaknya. Kuperhatikan sepintas, dia sepertinya seseorang yang telah berlega karena telah melepas bebannya. Dan aku juga berpikir pasti dia melakukan onani sambil membayangkan nikmatnya menyetubuhi aku. Aku kembali terbakar syahwatku.
Berhari-hari berikutnya peristiwa itu selalu lekat dalam pikiran dan hatiku. Sering timbul rasa sesalku, kenapa tak kutahan saja dia untuk kemudian kuajak ke ranjangku. Aku membayangkan bagaimana buasnya dia melahap diriku. Aku sangat mendambakan bagaimana rasanya saat penisnya menembus kemaluanku. Tentu G-spotku akan menjemputnya dengan penuh kegatalan yang amat sangat. Tentu aku akan meraih orgasme beruntun dari si abang ini. Yang aku sesalkan juga, aku tidak menanyakan namanya. Aku pastikan pada setiap kali belanja aku akan mencari dia untuk membantuku nanti.
Sebenarnya sih, saat ini belum tanggalnya aku belanja. Baru seminggu yang lalu aku ke toko agen. Tetapi ah.. mungkin aku sudah nggak bener lagi nih. Aku pengin banget ketemu itu si abang becak itu. Aku bener-bener kesengsem dengan kemaluannya. Aku nggak lagi berpikir pantas atau tidaknya orang ayu macam aku, terpelajar dengan suaminya yang insinyur kok merindukan tukang becak. Apakah syahwat itu memang demikian hebat kekuatannya hingga bisa merubah cara pandangku mengenai kenikmatan syahwat. Aku sudah ditelan sikap masa bodoh. Aku tak merasa wajib untuk lagi menempatkan yang namanya martabat atau harga diri dalam kaitan syahwat ini. Lihat saja tontonan VCD itu. Bukankah mereka cantiknya luar biasa. Dan juga nampak terpelajar dan bermartabat.
Mereka melakukan kesenangan seksualnya di tempat-tempat yang amat mewah, di atas mobil mewah, di dalam apartemen yang mewah, bahkan di atas kapal-kapal pribadi yang mewah juga. Dan lihat pasangan prianya, disamping yang juga nampak terpelajar ada juga yang bertampang pekerja kasar. Bukankah "contrastistic' itu juga menjadi salah satu konsep mengenai indah atau keindahan. Terus terang aku memang mencoba mencari pembenaran atas sikap dan tingkah lakuku ini. Dan akhirnya aku berangkat juga pergi belanja yang ke 2 untuk bulan ini.
Aku nggak tahu mesti beli apa. Semua kebutuhan bulananku sudah kudapatkan mingu lalu. Akhirnya aku beli saja lagi beberapa barang yang bisa disimpan lama, sabun, shampoo, pasta gigi atau obat nyamuk. AKu nggak sempat memperhatikan taoke yang selalu menikmati kehadiranku di tokonya. Aku ingin cepat selesai dan pulang. Aku ingin secepatnya menemui si abang becak itu.
Di jalanan tempat pangkalan becak aku tak langsung bisa menjumpai abang becakku. Aku tak berani tanya ke mereka untuk menghindarkan kecurigaan. Ah, itu dia.. baang.., dari kejauhan aku melambaikan tanganku. Dia tahu. Dan tanpa ba bi Bu aku langsung naik saat becaknya mendekat. Woo.. aku sedikit terlupa.
Bukankah belanjaanku kali ini amat sedikit untuk dia bantu memasukkan ke rumah nanti. Ah, sudahlah, bagaimana nanti saja..
Sesampai di rumah aku bilang, "Masuk dulu, Bang, aku ambil uang dulu."
Aku berlagak seakan uangku kurang dan perlu ambil dari rumah.
"Ayoo, masuk," ajakku lagi setelah kulihat dia agak ragu karena nggak ada barangku yang mesti dia panggul. Ahhirnya kembali dia kuajak untuk duduk di kursi makan dekat dapur. Kini aku berpikir bagaimana memulai segalanya yang selama 7 hari terakhir ini sangat kudambakan.
"Bang, siapa namanya? Minum dulu ya? Nggak buru-buru khan?," aku berusaha beramah-ramah dan membuatkan minuman tanpa menunggu jawabannya. Aku ingin dia tinggal lebih lama. Aku berusaha mengulur-ulur waktunya.
"Nama saya Darius, Bu. O, ya, boleh saya ke toilet ya, Bu?,
"Silahkan."
Nah, rupanya dia kebelet juga. Pasti ingin mengulang kembali onani di kamar mandiku. Tentu hal yang sangat membuat aku gembira. Syahwatku langsung syurr.. naik. Kupercepat adukan teh manisnya. Aku pengin cepat mengintip lagi.
Dan aku mendapatkan pemandangan indahku kembali. Dia benar-benar melakukannya lagi. Yang aneh, kali ini dia justru menghadap ke pintu dengan ujung kemaluannya tepat di belahan papan pintu. Aku jadi curiga. Adakah dia tahu aku mengintip?! Dan sekarang ini dengan sengaja dan berani menghadapkan kemaluannya langsung ke celah pintu yang seakan menantang aku. Duh, lihatlah.., demikian dekat ke celah ini. Oohh.. Bang Dariuuss.. gede bener sih penismuu..
Tangannya mengurut-urut dengan indahnya. Desah-desahnya mulai kedengaran seiring nafasku yang memburu. penis itu seakan nempel di wajahku. Rasanya aku bisa menangkap baunya. Bau penis lelaki sebagaimana bau kemaluan suamiku juga. Hanya yang ini demikian lebih jauh merangsang birahiku. Tanganku kembali meremasi buah dadaku. Adegan ini edan dan sekaligus lucu. Aku jadi membayangkan seandainya ada sutradara VCD komedi porno.
Sambil terus meremasi susuku kunikmati benar pemandangan ini. penis itu semakin membesar dan mengkilat. Nampak urat-uratnya melingkar-lingkar kasar di sepanjang batangnya. Kemudian aku menyaksikan cairan birahinya mulai membasahi ujungnya. Pada lubang kencingnya nampak ada titik bening yang kemudian meleleh. Bang Darius mengocok semakin cepat. Cepat, cepat..
Akhirnya kusaksikan kembali spermanya muncrat. Kali ini tepat menembaki celah-celah sambungan papan pintu ini. Walaupun tidak terlempar keluar pintu, sperma itu nampak bening kental mengalir turun di celah itu. Aku cepat bangkit menghindar agar tidak kepergok. Dengan setengah lari kecil aku menuju ke dapur, mengambil cangkir tehnya. Kusajikan tepat saat dia muncul di pintu. Aku senyum yang dia juga balas dengan senyum dari mukanya yang ber-rona kemerahan. Dia nampak kembali meraih kelegaan dari beban syahwatnya yang tersalur.
Kali ini aku sudah bertekad untuk mengulur waktu agak dia bisa tertahan lebih lama sambil mencari peluang untuk kemungkinan lebih jauh. Aku ajak ngobrol. Dengan penuh maklum karena pendidikannya yang rendah, demikian perkiraanku, aku lemparkan dialog yang gampang-gampang saja. Di mana tinggalnya, istrinya, berapa anaknya, sudah berapa lama narik becak dan sebagainya. Dia nampak sangat santun, atau malu barangkali, omongannya secukupnya saja. Tetapi ada satu hal yang kulihat dari matanya. Dia nampak sangat menikmati kehadirannya dekat dengan aku ini. Matanya itu sering mencuri pandang pada tubuhku. Kusaksikan beberapa kali dia begitu melotot melihat belahan dadaku. Kemudian ketiakku, yang memang saat itu aku sedang memakai blus "u can see." Aku yakin dia pengin banget melahapku.
Hal ini mendorongku untuk beraksi lebih banyak. Terkadang sambil ngomong aku menunjuk sesuatu sehingga lengan dan ketiakku menjadi lebih terbuka. Atau aku berdiri, berjalan atau merunduk atau membelakang. Aku sepertinya benar-benar peragawati yang ingin menampillkan bagian-bagian tubuhku yang sensual ini. Sesudah sekian lama ngobrol sana-sini, tak juga kudapatkan perkembangan yang berarti pada pertemuan ini. Yang kulihat hanyalah wajah bengong si abang. Mungkin karena onaninya tadi membuat birahinya tak lagi begitu menyala. Aku mesti rela untuk menunda bayangan nikmat syahwatku. Bang Darius pulang sesudah menerima upahnya. Sebagai pelarian hari itu aku mendapatkan kepuasan dengan masturbasi. Dari lemari es kukeluarkan simpanan ketimun besar dan panjang. Kira-kira sebanding dengan kemaluan Bang Darius. Kurendam ke air hangat agar menjadi hangat. Aku masturbasi dengan ketimun itu sambil membayangkan penis Bang Darius menembusi memekku. Ah. nikmatnya.. Orgasmeku kudapatkan beruntun-runtun.
Tiga hari kemudian aku kembali dilanda sepi dan rindu pada Bang Darius. Aku mesti kembali belanja ke toko agen itu. Aku sudah menyiapkan apa yang mesti kubeli. Apapun, pulangnya aku harus diantar Bang Darius. Kali ini aku ingin bisa meraih lebih banyak dari sebelumnya. Aku mencoba mencari kemungkinan-kemungkinan agar hal itu bisa terwujud. Mungkin kuncinya berada di aku. Aku harus lebih berani. Yang kuhadapi adalah orang dari klas sosial yang berbeda. Kalau Bang Darius merasa rendah diri di depanku itu adalah wajar. Aku yang seharusnya memulai. Aku harus agresif. Benarkah itu?! Bisakah aku?
Encik istri taoke pemilik toko heran aku memborong belanjaan lagi. Ah, masa bodoh, itu urusanku. Aku bilang kalau saudaraku minta dibeliin ini itu di tokonya karena harganya miring. Encik senang mendengarnya. Saat pulang Bang Darus sudah menunggu dengan becaknya. Itu memang sengaja aku atur. Aku nggak mau terjadi saat selesai belanja, dia sedang pergi karena mengantar orang lain. Dia angkati barang-barangku dan menyusul aku naik ke becaknya. Kali ini kami telah akrab. Sepanjang jalanan kami banyak ngobrol.
Sesampai di rumah, tanpa aku minta lagi dia langsung menurunkan dan memanggul barang-barang untuk dibawa masuk ke dalam rumah. Dan tanpa kusuruh lagi dia menunggu aku duduk di kursi makan itu. Tanpa memberikan tawaran, aku juga langsung membuatkan teh manis untuknya. Bahkan aku juga menyediakan makanan kecil. Aku akan tahan dia lebih lama lagi. Kali ini dia tidak minta ijin ke toilet. Barangkali dia malu setiap ke rumahku kok selalu ke toilet.
Kami kembali ngobrol. Hari ini sengaja aku memakai busana yang lebih "hot." Blusku lebih banyak memperlihatkan belahan dada dan ketiakku. Aku pakai jeansku yang hanya sampai ke lututku, sehingga disamping menampilkan pantatku yang seksi betisku yang ranum mulus nampak sangat menggoda. Aku sudah bertekad untuk lebih agresif padanya. Aku akan lebih banyak bergerak untuk memperlihatkan bagian-bagian sensual tubuhku. Aku sudah siapkan cara kuno. Aku akan pura-pura kepleset dan minta Bang Darus menolong aku. Kakiku akan kesleo dan dia akan memberikan urutan. Tentu saja di atas ranjangku. Aku akan mengaduh atau merintih kesakitan dengan irama dan nada yang erotis banget. Aku benar-benar siap membuat jebakan untuknya. Dan kini harus kumulai. Aku masuk ke kamarku dengan penuh tekad..
Dan sesaat kemudian.. brukk.. aku menjatuhkan diriku ke lantai,
"Aduuhh.. Bang.. tolongiinn..," aku berteriak minta tolong.
Kudengar suara kursi yang ditarik berderit dan dengan langkah terburu Bang Darius telah muncul di pintu yang kemudian dengan cepat jongkok meraih aku. Aku berteriak kesakitan, seakan tidak mampu berdiri. Dia raih punggungku pelan kemudian pahaku. Dia angkat aku untuk direbahkan ke ranjang.
"Kenapa, Bu?," tanyanya nampak panik.
Aku tidak menjawab kecuali aku terus merintih setengah menangis sambil memegangi sendi kakiku untuk menunjukkan bahwa kakiku kesleo. Aku lihat dia mau membantu mengurut tetapi ragu. Dia khawatir dianggap kurang ajar.
"Adduuhh.. tolongi aku Bang, sakiitt..," baru sesudah rintihanku itu dia berani memeriksa kakiku.
"Kesleo, ya, bu?!" kemudian membantu menguruti kakiku.
Duuhh.. nikmatnyaa.. Sepintas hidungku menangkap aroma tubuhnya. Tubuh dari lelaki yang gempal, penuh keringat dan sangat seksi ini menebarkan bau kejantanannya. Tangan-tangannya yang kurasakan sangat keras dan kasar itu terus mengurut pelan sendi kakiku. Dan hasilnya adalah darah syahwatku yang melonjak panas. Sampai disini skenarioku berjalan mulus.
Syahwat seorang isteri - 1
Panggil aku Ayu. Sesungguhnya namaku yang benar adalah Kustinah. Sejak sekolah hingga sekarang sesudah umur 28 tahun teman-teman gaulku selalu memanggilku Ayu karena kecantikanku. Dan panggilan itu akhirnya keterusan hingga orang-orang rumaHPun memanggilku demikian. Sebagai seorang perempuan, menurut omongan dari banyak teman-temanku, aku termasuk cantik dan sensual. Dengan tinggi tubuhku yang 174 cm dan berat badan yang 57 kg serta wajah ayuku mereka bilang aku pantas kalau jadi model atau bintang sinetron.
Dari ukuran normal, sebagai seorang istri aku telah mendapatkan segalanya. Menjadi putri ke 3 dari keluarga yang cukup terpelajar, ayahku yang berasal dari Jambi adalah seorang ahli hukum laut menikah dengan ibuku yang berasal dari Jawa Timur adalah seorang dokter, aku mendapatkan kasih sayang yang cukup melimpah.
Demikian pula, sebagai istri dari Mas Surya yang seorang insinyur arsitek, aku mendapatkan apapun yang aku inginkan. Tetapi ini pula mungkin pangkalnya. 'Mendapatkan apapun yang aku inginkan' itu di kemudian hari ternyata menghadapi banyak godaan yang tak mampu aku hindari dan kendalikan. 'Apapun yang kuinginkan' ini berkembang dimensinya. Khususnya dalam masalah syahwatku.
Telah 8 tahun aku menikah dengan Mas Surya. Suamiku termasuk type pria idaman bagi kebanyakan wanita. Insinyur, tampan, lembut, cerdas dan romantis. Walaupun hingga kini belum memiliki anak, kami nggak pernah kesepian. Ada saja yang membuat kami asyik mengarungi bahtera sebagai suami isteri ini. Setiap pulang kerja ada saja oleh-oleh yang dia bawa untuk menyenangkan aku. Banyak kejutan yang dia persiapkan untukku. Apa saja.
Dalam hal hubungan seksual, dia termasuk lelaki yang normal. Gairah, kelembutan dan romantisme yang ada padanya selalu menghasilkan hubungan seksual yang tak ada cacatnya.
Hingga terjadilah sebuah peristiwa yang sangat mempengaruhi tingkah-lakuku dalam hal syahwat.
Bermula dari rumah temanku..
Sehabis program aerobik yang secara rutin aku lakukan bersama teman-teman dalam klub, aku tidak langsung pulang. Yang punya rumah, Mbak Sari, namanya ngajak aku ngobrol dulu. Kebetulan dia sedang sendirian. Suaminya belum pulang dari kantornya, anaknya nginep di rumah neneknya dan Warsih pembantunya sedang pulang kampung. Sesudah dia buatkan aku teh panas kesukaanku kami ngobrol di ruang keluarga. Sesudah ngomong macam-macam topik, Sari ngajak aku nonton VCD porno.
Walaupun aku sering dengar tentang VCD macam itu terus terang aku belum pernah menontonnya. Dan aku kok nggak enak kalau menolak ajakan Sari ini. Yaa.., akhirnya kami nonton sama-sama.
Ternyata dari VCD itu aku baru melihat apa-apa yang sebelumnya tak terbayangkan olehku.
Wanita-wanita yang sangat cantik secara agresif digauli maupun menggauli lelaki kasar, hitam atau coklat dan sebagainya. Wanita-wanita itu sepertinya begitu bernafsu terhadap kemaluan lelaki. Dan yang aku nggak pernah terbayangkan sebelumnya, ternyata lelaki-lelaki itu memiliki penis yang demikian gede, kuat, panjang dan penuh otot. Penis itu begitu berkilat saat tegang karena birahi.
Saat 'close up' kulihat, bibir lubang kencingnya yang lebar dengan lubangnya yang dipenuhi cairan syahwatnya yang jernih bening. Kameranya menangkap citra kemaluan itu begitu tajam dan detail seperti penyajian citra makanan yang demikian lezatnya. Kilatan kepalanya yang mengkilat seakan hendak meletus pada saat tegang bernafsu. Aku jadi ingat kemaluan suamiku yang mungkin hanya seperempat besarnya dibanding kemaluan-kemaluan bintang VCD itu. Dan pada saat penis itu menembusi vagina, betapa sesaknya. Sampai nampak bibir vaginanya, yang pasti sangat mencengkeram, ikut terbawa keluar masuk ketika penis itu memompa. Aku jadi merinding melihatnya.
Dan lihat wanita-wanita cantik itu.. Dari desahan-desahan dan jeritan erotisnya nampak mereka diterkam oleh kenikmatan yang tak terhingga. Dan kenikmatan itu lebih lagi saat muncratnya air mani si lelaki yang ditumpahkan ke bibir-bibir cantik mereka. Terkadang berceceran di seputar wajahnya, kacamatanya, buah dadanya. Dan.. oohh.. si cantik-cantik itu menelan sperma-sperma lelaki kasar itu. Bahkan mereka juga menjilati yang tercecer pada bagian-bagian tubuhnya. Ah.. aku nggak tahan melihatnya.
Aku malu sama Mbak Sari kalau sampai dia melihati wajahku. Aku cepat-cepat pamit dengan alasan rumah kosong. Dan sepanjang jalan pulang aku masih berpikir.. benarkah ada kemaluan sebesar itu. Dan perempuan-perempuan tadi.. cantik-cantik dengan mulutnya yang terus menjilati penis-penis lelaki kasar-kasar itu. Aku ingat betapa si lelaki menyeringai kenikmatan saat spermanya muncrat-muncrat.. dan iihh.. si wanita dengan rakusnya minum, menelan dan menjilati yang tercecer. Ahh.. Gedenya kemaluan ituu.. Aahh.. tidak! Jangan! Aku berusaha melupa-lupakan apa yang barusan kutonton. Aku tak mau mengingatnya lagi. Tetapi..
Sejak itu, setiap kali aku melihat lelaki, apalagi lelaki yang kasar-kasar macam tukang becak atau kuli, tak terelakkan, aku selalu membayangkan dan bertanya dalam hatiku, apa kemaluan mereka juga gede sebagaimana yang aku lihat di VCD itu!? Dan yang membuat lebih repot lagi, saat Mas Surya menggauli aku selalu datang bayangan kemaluan-kemaluan gede itu. Bahkan akhir-akhir ini aku seakan merasakan hambar saat-saat kemaluan Mas Surya memasuki vaginaku. Rasa kegatalan pada dinding-dinding vaginaku tak juga mau bangkit. Untungnya aku bisa berpura-pura bergairah dan meraih orgasme, hingga Mas Surya tak merasakan ketidak beresanku.
Tetapi aku rasa hal ini tak mungkin berjalan selamanya. Dorongan syahwatku sendiri menuntut agar aku meraih orgasme. Kepalaku akan pusing dan kerjaku tidak bisa konsentrasi setiap gagal orgasme saat bersetubuh bersama Mas Surya. Lama kelamaan hal ini benar-benar menjadi derita bagi aku. Beberapa hari terakhir ini Mas Surya menegorku, kenapa aku nampak kurang segar. Dia perhatikan raut kegembiraan di wajahku nampak jarang terlihat. Dia bertanya apakah aku punya masalah. Dia bahkan beri saran, kalau ada masalah ngomong, dia mungkin bisa membantu. Jangan simpan masalah itu berlarut-larut. Hal itu akan mempengaruhi kesehatanku.
Ah, kasihan Mas Surya. Dia nggak tahu apa yang sedang aku dambakan. Tetapi kata-katanya yang 'jangan simpan masalah hingga berlarut-larut' itu telah merangsang timbulnya gagasanku. Tapi entahlah.. Aku kacau dan oleng.
Setiap bulan aku belanja cukup banyak untuk keperluan rumah tangga. Aku belanja di toko agen tidak jauh dari rumah. Dengan blus katun tipis yang adem dan celana jeans ketat kesukaanku aku keluar rumah. Aku senang melihat para lelaki dan juga wanita kagum dan menikmati sensual tubuhku berkat busanaku ini. Saat pergi tanpa bawaan barang aku naik angkot, nanti pulangnya dengan berbagai macam barang belanjaan yang cukup berat aku biasa naik becak. Toko agen itu cukup mengenalku. Mereka melayani aku dengan ramah. Aku juga lihat bagaimana taoke menikmati sensual penampilan tubuhku. Siapa tahu dia sambil mengelusi kemaluannya dari meja kasirnya. Ah.. kenapa pikiranku mudah jorok macam ini sejak menonton VCD di tempat Mbak Sari itu.
Sesudah selesai belanja seperti biasanya anak buah taoke pemilik toko membantu aku memanggil tukang becak dan menaikkan barang-barangku ke becak. Saat aku mau naik sepintas aku ngomong sama abang becaknya kemana tujuanku. Pada saat itulah tiba-tiba aku merasa bergidik merinding. Melihat sosok tubuh yang kekar dan kecoklatan serta bertatapan muka dengan si abang becaknya aku kembali ingat tayangan VCD itu. Wajahnya sangat seksi dengan bibirnya yang tebal itu rasanya siap melahap aku. Matanya nampak liar seakan hendak memandang telanjangnya tubuhku. Aku sepertinya kena sihir, bengong, hingga dia yang menegor,
"Kemana, buu..?!"
Masih dalam bengong aku naik ke becak,
"Kemana, buu..?!," sekali lagi kudengar pertanyaannya.
"Ah, iyaa.. ke kompleks bang..," jawabanku terasa tanpa berpikir.
Sepanjang jalan itu aku terus melamun.. Adakah kemaluan si abang becak yang sedang kutumpangi ini juga gede? Duhh.., kenapa pikiranku terus tertuju kepada si abang ini? Sebagaimana biasa, begitu sampai di rumah, karena barang-barangnya cukup banyak dan berat, si abang becaknya membantu untuk menurunkan dan memasukkan barang-barang belanjaanku tersebut ke dalam rumah.
Aku tak bisa mengelak dari keinginanku untuk mengamati sosok si abang becak. Kulihat tubuhnya yang hanya memakai kaos singlet dan celana pendek yang setengah dekil, mengkilat karena keringatnya. Nampak gumpalan daging dan otot-ototnya yang kecoklatan pada lengan-lengan dan paha serta betisnya. Wajahnya nampak kasar oleh tempaan kehidupannya. Walaupun wajah itu tidak tampan, dengan bibirnya yang agak tebal, dia nampak sangat seksi. Lelaki macam inilah yang sering aku bayangkan memiliki kemaluan yang gede. Benarkah?
Dengan sigap dia mengangkat dan memanggul barang-barangku ke dalam rumah. Saat itulah dorongan syahwatku kembali menyergap aku. Alangkah seksinya tubuh si abang ini. Timbul keinginan untuk menahannya lebih lama. Aku bilang, tunggu sebentar bang, sambil aku berpura-mencari dompet yang sengaja tak kutemukan. Aku berpura-pura bingung seperti orang lupa. Sementara menungu kupersilahkan dia duduk di kursi makan dekat dapur. Aku sendiri masuk ke kamar untuk meneruskan pencarian dompetku. Sesaat kudengar dia ngomong,
"Bu, boleh pinjam toiletnya, saya pengin buang air kecil?"
Ah, kebeneran, kata dalam hatiku,
"Silahkan, bang," aku menyahut dari kamar.
Kemudian aku keluar sementara si abang becak kencing di toilet. Kuperhatikan pintu kamar mandiku. Aku agak blingsatan. Darah syahwatku mengalir deras. Aku pengin banget ngintip saat dia kencing. Ini merupakan kesempatan yang langka dan paling kutunggu. Dan pada saat seperti sangat mungkin. Pintu kamar mandiku yang terbuat dari papan memberikan celah-celah kecil sepanjang sambungannya. Tak mampu untuk menahan diri aku berjingkat mengendap-endap untuk mengintip. Jantungku berdegup keras. Cukup edan bagiku yang istri insinyur untuk bisa berbuat macam ini. Tetapi..
Darahku langsung syuurr.. saat bisa mengintipnya. Nampak si abang sedang memegangi kemaluannya. Loh, ngapain dia..? Kulihat kemaluannya tegang dengan tangannya yang menguruti sambil wajahnya sesekali menyeringai menatap ke langit-langit. Aku menjadi lebih penasaran lagi. Inikah yang disebut onani. Jadi si abang becak ini sedang onani di kamar mandiku? Darahku langsung tersirap naik ke permukaan wajahku. Kudengar pukulan jantung pada dadaku. Aku sepertinya disergap kobaran birahi. Buah dadaku terasa mengeras dan didesak-desak rasa gatal.
Secara otomatis tanganku menjamah dan meremas-remas buah dadaku kemudian memelintir puting susunya. Kuraih kenikmatan tak terhingga. Pandangan ke kemaluan si abang yang sedang ngaceng onani dan remasan buah dadaku membuahkan nikmat syahwat yang tak terhingga. Nafasku memburu.
Kudengar si abang mendesah pelan, pasti karena khawatir aku mendengarnya. Aku baru tahu sekarang, inilah cara lelaki melakukan onani. Aku kembali bertanya, kenapa dia lakukan disini? Di rumahku, saat dia melakukan tugasnya selaku penarik becak? Haa.. mungkinkah birahinya timbul karena dia menyaksikan tampilan seksualku. Bukankah dia cukup kesempatan selama mengantar barang-barang dan menunggu aku mencari dompet untuk mengamati aku. Sangat mungkin.
Kocokkan tangannya yang membuat otot kemaluannya semakin mengencang. Dan lihat.. Duuhh.. sungguh perkasa. Aku taksir kira-kira panjangnya 2 kali genggaman tangannya. Itu nampak saat dia menarik ke belakang dan melepas ke depan genggamannya. Dan bulatan batangnya, sepertinya dia sedang menggenggam pisang tanduk. Aku sangat terpesona. Aku tak mau mengedipkan mataku. Aku sedang benar-benar meyaksikan sensasi. Kulihat kembali wajahnya yang menyeringai menahan nikmat tengadah ke langit-langit kamar mandiku. Sementara tangannya yang terus mengocok ritmis dengan tempo yang semakin cepat.
Terima kasih Maya - 2
Dengan perasaan yang campur aduk (termasuk mereka-reka jawaban yang dapat kusampaikan pada isteriku jika pulang nanti, karena harusnya pulang pagi kok jadi sore), aku mengguyur tubuhku dengan shower yang mengeluarkan air hangat. Saat itulah kurasakan adanya tangan halus yang tengah menggosokkan sabun di bagian punggungku. Maya ternyata. Wanita itu tersenyum dan, surprise, dia dalam keadaan telanjang bulat memandangiku.
"Tubuh Mas bagus..," sepasang matanya yang nakal sempat melirik ke arah selangkanganku.
Kucoba menarik tubuhnya untuk kupeluk, tapi dia menghindar.
"Nanti dulu, disabun dulu biar enak dan segar dipakenya."
"Dipake apa dan oleh siapa..?" tanyaku.
Maya hanya senyum simpul.
Singkat cerita, selepas saling guyur dan saling sabun, badanku merasa segar bugar, sementara si junior meronta-ronta, sedikit pegal karena cukup lama dalam kondisi 'siap tempur'. Sensasi luar biasa indah kuperoleh ketika aku berjalan menuju tempat tidur dengan kondisi saling berpelukan dan saling mengulum bibir dengan Maya. Tampaknya Maya mendapatkan kenyamanan dalam acara adu bibir.
Dalam tempo lama, kepalaku dia peluk, sehingga upaya melepaskan pertautan bibirku dengannya tidak berhasil. Sementara gerak lembut jari-jari tanganku di dua buah dada Maya dan sesekali memelintir putingnya, membuat wanita ini mulai naik. Hal ini terasa dengan gerak tangannya yang bagai tak sadar mencari-cari bagian selangkanganku. Saat dia temukan yang dicari, barang itu pun diremas-remasnya dengan pelan.
"Saya mau, Mas..," bisiknya.
Saya mengangguk. Maya pun membuka selangkangannya, dan membimbing si junior untuk memasuki alat vital kewanitaannya. Saya mengambil sikap seperti memenuhi keinginannya. Saya ambil bantal, lalu saya sodorkan ke arah pantatnya, sehingga belahan vagina Maya benar-benar tampak jelas.
"Mas..," Maya berteriak kecil saat kepalaku tiba-tiba sudah menjilat-jilat permukaan lubang vaginanya.
Kedua tangannya berusaha keras menyingkirkan kepalaku dari bagian vaginanya, sementara desah nafasnya terdengar tidak beraturan. Sesekali kulihat dia menggigit bibir, sepasang matanya terpejam, sedangkan tangan kedua tangan kanannya akhirnya meremas-remas pundakku.
Tidak tega juga aku saat memandang wajahnya yang terlihat sayu. Aku pun berjongkok dan mendekatkan alat vitalku ke permukaan vaginanya. Wajah Maya kulihat begitu 'Sumringah'. Sepasang matanya yang tajam menusuk pandang mataku serasa memberi isyarat agar aku segera memasukinya.
Dan Maya pun berdesah panjang saat alat kelaminku memasuki lubang miliknya. Gaya Maya yang dengan penuh perhatian sesekali mengusap wajah dan dadaku, mampu menambah daya rangsangku. Di saat itulah aku merasakan vagina Maya terasa memilin si junior. Pilinan yang bercampur dengan pijatan-pijatan lembut di satu sisi, serta cara Maya memandangku sepertinya melontarkanku ke suatu tempat yang sangat nyaman. Sangat indah. Oo.., begitu indahnya, aku berharap keindahan ini jangan cepat hilang.
Tapi ketika puncak keindahan itu sampai, ditandai dengan menegangnya tubuhku dibarengi pancaran air yang menerobos lewat lubang kencingku ke vagina Maya, aku pun tidak dapat mengelak.
"Aku korban 'Kijang Panther'..," desahku, sambil berguling ke sisi tubuh Maya.
Maya tersenyum, sedikit malu, tangan kanannya menggebukku pelan, mesra.
Selama beberapa saat aku telentang. Pandangan mataku sempat melirik ke arah anak Maya yang masih pulas. Sedangkan Maya tidak kulihat, rupanya tengah ke kamar mandi. Pandangan mataku mengarah ke langit-langit, sementara pikiranku mencoba memutar kembali rekaman pengalaman persetubuhanku dengan Maya barusan.
Di tengah kondisi mata terpejam dan tubuh telentang, aku rasakan alat kelaminku dibersihkan sebuah tangan dengan handuk dan air hangat.
"Aku sangat puas, terima kasih, Mas..," Maya mengecup si junior.
Dampaknya luar biasa. Si junior tidak dapat kukendalikan.
Maya seperti mengerti apa yang kupikirkan, "Aku juga pengin lagi, kok Mas..,"
Hari itu aku putuskan untuk menginap, menemani Maya di hotel, setelah lebih dahulu aku menelepon rumah dan mendengar suara isteriku yang mengabarkan tidak ada masalah apa-apa. Aku katakan aku batal pulang hari ini karena ada acara reuni dengan teman-teman lama. Sebelum bertanya macam-macam, aku kemukakan bahwa untuk oleh-oleh, aku sudah membawa beberapa dus bandeng presto dan wingko babat kegemaran isteriku (kadang kupikir aku ini begitu egois. Tapi salah isteriku juga sih. Kok lebih memikirkan bandeng presto. Coba dia tanyakan keadaan bandengku.., hehehe).
Singkat kata, Maya dengan bantuanku akhirnya beberapa bulan kemudian berhasil mendapatkan surat cerai dari suaminya, melalui proses pengadilan agama. Dan agaknya kini dia berada di Bogor dalam rangka mengucapkan terima kasih atas bantuan yang aku berikan berupa penyediaan kamar hotel plus ongkos pulang ke Semarang (padahal aku tidak merasa rugi karena selalu mendapat pelayanan seksual yang fantastis).
*****
Tiba di hotel yang sudah kupesan sebagai tempat pertemuanku dengan Maya, aku langsung mengarahkan mobil ke parkir di tempat yang agar terlindung. Biasa, jaga-jaga jangan sampai ketemu teman, kenalan atau lebih-lebih kerabat isteri. Bisa runyam nanti. Petugas Satpam dan resepsionist yang melihatku mengangguk hormat dan tersenyum kecil.
"Tamunya sudah ada di atas, Oom..," satu di antara dua pria petugas resepsionist itu memberi informasi.
Aku mengangguk dan langsung menuju kamar 202 yang merupakan kamar favoritku di hotel ini.
"Hai, apa kabar May..?" aku tidak menyelesaikan kalimatku.
Wanita yang membuka pintu kamar dan berdiri di depanku rupawan, tapi dia bukan Maya. Gadis itu melempar senyum.
"Maaf, saya salah..," dengan kikuk aku berancang-ancang memutar badan.
"Mas Dani, ya..? Nggak salah, kok. Mau nemuin Maya, kan..? Saya Rani, temen Maya..," gadis itu mengangsurkan tangan.
Aku terima. Halus juga nih tangan. Tanpa banyak kata, Rani memintaku untuk masuk kamar. Tidak kulihat Maya di ruang itu. Ah, mungkin dia lagi di toilet, demikian pikirku.
Aku pun duduk di sofa. Sementara itu kulihat Rani mengambil sesuatu di dalam tasnya. Sebuah amplop surat. Rani menyodorkan amplop itu padaku. Penilaian kilatku langsung menyatakan bahwa Rani memiliki perawakan tubuh lebih tinggi dibanding Maya. Maya memiliki tinggi sekitar 160 cm dengan berat badan 50 kg. Tingi badan gadis di depanku ini sekitar 165 cm dengan berat sekitar 63 kg. Warna kulit Rani sedikit lebih putih, bedanya pada ujung bibir atas sebelah kanan Rani tidak terdapat andeng-andeng (tahi lalat). Yah setiap orang punya ciri khas, memang.
Dengan penuh tanda tanya, kubuka surat itu. Beberapa kali aku tarik nafas panjang, kutahan, lalu perlahan-lahan kuhembuskan, menghembuskannya dalam-dalam. Sesekali kupandang Rani yang duduk di kursi sampingku, tampaknya cukup sabar untuk menanti reaksiku.
"Jadi Maya sudah balik lagi ke Jepara, Ran..?" tanyaku.
Rani mengangguk.
"Terus kamu..,"
"Terserah sama Mas Dani. Kalau kehadiran saya di sini nggak diinginkan, saya ya segera tinggalkan tempat ini. Tapi saya sendiri sebenarnya ingin kenal Mas Dani lebih jauh."
Kaget juga mendengar kalimat seperti itu muncul dari seorang gadis yang baru kukenal.
"Maksud Rani..?" tanyaku pula.
Rani menggeser kursinya sehingga lebih dekat dengan kursiku.
"Saya penasaran dengan cerita Maya..," ujarnya.
"Penasaran gimana..?" aku ikutan penasaran.
Barangkali jika Rhoma Irama mendengar, dia bakal ikut penasaran pula.
Rani menuturkan bahwa diantara dia dan Maya terjalin pershabatan sejak sama-sama SMP di Jepara. Tidak ada rahasia bagi keduanya. Beberapa bulan lalu, saat Rani yang kini mengadu nasib dengan menjadi guru Geografi di sebuah SMUN di Bekasi pulang kampung, keduanya bertemu dan saling bertukar cerita. Termasuk, menurut Rani, hubungan yang aneh antara Maya denganku.
"Maya sangat memuji dan mengagungkan nama Mas Dani sebagai seorang teman yang menyenangkan. Maya sering menyebut bahwa dia sulit menghapus bayangan Mas Dani dari pikirannya..,"
We la dalah.., hatiku mendadak kembang kempis mendengarnya.
Aku pun mulai menangkap hubungan antara telepon Maya, suratnya, dan keberadaan Rani di hotel saat ini bersamaku. Dalam suratnya, Maya menegaskan pekan ini dia jadi menikah dengan bekas teman kuliah yang dulu pernah dia ceritakan padaku. Dia ingin mengawali hidup barunya tanpa beban. Untuk itu, dia telah mengungkap pula hubungan unik antara dirinya denganku, serta menjadikan semua yang terjadi sebagai bagian masa lalu yang tidak akan terulang lagi.
Maya menulis, calon suaminya itu bisa mengerti dan malah tertarik untuk kenal denganku.
"Atas persetujuan Mas Eko, saya undang Mas Dani pada pernikahan kami nanti. Datanglah."
Di bagian lain, Maya mengungkap tentang Rani, sahabatnya yang gundah, beberapa tahun hidup menyendiri di tengah hingar bingarnya kehidupan metropolitan. Selain meminta maaf jika kejadian ini mengecewakanku, Maya meminta bantuanku agar mau menjadikan Rani, sahabatnya, sebagai sahabat istimewaku.
Mendadak aku jadi ingat sejarah Sultan Hadiwijaya, Raja Pajang yang ketika muda dikenal dengan nama Karebet. Dalam upayanya menjadi seorang raja, Karebet suatu saat menemui Kanjeng Ratu Kalinyamat yang tengah melakukan tapa brata secara bugil, dan baru akan memakai pakaian setelah pembunuh suaminya Pangeran Hadiri, yakni Arya Penangsang mati.
Kepada Karebet, Ratu Kalinyamat menjanjikan hadiah istimewa berupa dua gadis cantik yang setia mendampinginya, jika mampu mewujudkan janji, yakni membunuh Arya Penangsang. Karebet menikmati hadiah itu, setelah Sutawijaya (kelak jadi raja Mataram) selaku anak angkatnya membuyarkan usus di lambung Arya penangsang dengan sebuah tombak.
Aku menengadahkan wajah, memandang langit-langit dan kemudian tersenyum sendiri. Dalam wujud yang berbeda, aku merasakan kesetaraan pengalaman hidupku dengan apa yang pernah terjadi pada era Kanjeng Ratu Kalinyamat. Mendapat sebuah hadiah istimewa dari seorang wanita berupa gadis cantik untuk sebuah perbuatan yang menyenangkan, si wanita pemberi hadiah.
"Kamu tahu, nggak Ran, aku saat ini suami sah dari seorang isteri dan ayah sah dari empat anak. Aku tak mau mengubah kondisi itu..," ujarku pada Rani, setelah selama beberapa waktu kami saling berdiam diri.
Bagiku, hal ini penting kusampaikan sebagai antisipasi dampak yang mungkin terjadi (jika benar) Rani menginginkan sebuah hubungan unik sebagaimana pernah terjadi antara sahabatnya, Maya, denganku.
Rani tersenyum. "Aku juga mendapat informasi soal itu dari Maya. Nggak masalah. Mas Dani nggak usah khawatir," tegasnya.
Aku menghela nafas panjang, lega.
"Jadi keputusan Mas Dani..," Rani memandang wajahku lekat.
Aku mengangkat bahu dan bangkit berdiri, dan kurengkuh tubuh Rani, "Kamu juga faham soal 'Kijang Panther'..," helaan nafas yang lalu kuhembuskan lembut di telinganya membuat Rani spontan merapatkan tubuh dan menempelkan pipinya ke pipiku.
"Bagian yang itu, Rani nggak janji..," bisiknya manja.
Aku tergelak.
Saat aku dan Rani mencapai puncak kenikmatan yang ditandai dengan menegangnya tubuhku dan suara erangan Rani disertai sepasang tangannya mencengkeram bahuku, aku pun berdesis, "Terima kasih Maya."
Rani melotot, "Kok Maya..?"
Aku tersenyum. "Karena dia menghadirkan kamu di sini."
Aku memeluk Rani yang balas memelukku. Kami sama-sama tersenyum saat melihat sepasang cicak berkejaran di langit-langit. Ah, indahnya.
Terima kasih Maya - 1
Aku tengah rebahan melepas lelah usai habis-habisan tempur tenis meja melawan Roy di ubin samping Gelanggang Olahraga (GOR) yang berlokasi di Jl. Pemuda Bogor ketika HP di saku celana pendekku berdering keras, membuatku kaget.
"Hallo, Mas Dani, ini aku.." suara renyah seorang wanita dengan logat khas Jawa terasa bagai batu batere yang langsung mengembalikan energi.
Dengan penuh semangat aku bangkit dan membalas sapaan si penelpon yang sejak sepekan terakhir memang sudah sangat kurindukan.
"Kamu di mana May, kapan sampai, naik apa, trus aku jemput di mana..?" saking rindunya, aku memborbardirnya dengan pertanyaan yang langsung dibalas dengan tawa terkekeh-kekeh.
"Nafsuan amat sih, Mas nanyanya. Aku bingung mesti jawab yang mana..?" balas Maya, wanita yang telah mampu mencuri hatiku di tengah kenyataan bahwa aku kini adalah suami dari seorang isteri dan ayah dari empat anak.
Singkat cerita, aku tahu posisi Maya saat ini di mana dan langsung saja janjian untuk bertemu di tempat yang sudah kami sepakati, dekat sebuah hotel di kawasan Ciawi. Tanpa buang waktu, aku pun berganti pakaian.
"Gua tinggal dulu bentaran, Roy. Ada urusan penting," teriakku di pintu kamar mandi GOR yang tengah dipakai Roy.
Tanpa menunggu jawaban mitra olahraga tenis mejaku itu, dengan Suzuki Forsa warna merah tua yang sudah tiga tahun terakhir menemaniku, aku meninggalkan GOR. Sepanjang perjalanan sudah membayang indahnya pertemuanku dengan Maya.
*****
Aku mengenal Maya setahun lalu, saat sama-sama dalam bus Pahala Kencana yang membawa kami dari Semarang tujuan Bogor. Aku memang berasal dari Semarang, namun sejak 10 tahun terakhir menetap di Bogor. Keberadaanku di Semarang saat itu adalah menghadiri pemakaman seorang tanteku, adik ayah. Ayahku sendiri sudah tiga tahun lalu kembali ke pangkuan-Nya. Sementara ibuku, kini menetap di rumah kakakku, di perumahan Cinere, Jakarta Selatan.
Kebiasaan naik bus malam tujuan Bogor-Semarang dan sebaliknya dalam beberapa tahun terakhir, telah melahirkan kebiasaan baru pada diriku, yakni memilih tempat duduk nomor 5 di jajaran belakang sopir. Jujur saja, sebagai seorang Pridosel (Pria doyan selingkuh), doa yang muncul terus menerus di dalam hati adalah moga-moga yang duduk di bangku sampingku nanti adalah Wanimpri (Wanita impian pria).
Soal Wanimpri, memang tergantung pada selera. Bagiku sendiri, wanita impian adalah seseorang wanita yang memiliki wajah menarik (bukan berarti tangannya terletak di bagian wajah, hehehe), bentuk badan menarik (tidak segemuk ayam broiler, juga tidak sekurus lidi), dan paling utama, enak untuk diajak bercanda (kalau pake pelawak kan mahal).
Doa konyol itu terkabul, malah berlebih. Pukul 13.00 yang menjadi jadwal bagi persiapan pemberangkatan bus, sesosok wanita ayu dengan sebuah tas kain di pundak kiri tengah menggendong seorang balita menaiki tangga pintu masuk bus. Aku merasa berani memastikan bahwa wanita itu pasti akan duduk di bangku kosong sebelahku. Pasalnya, seluruh bangku penumpang kuperhatikan sudah terisi.
"Maaf Pak, ini benar bangku nomor enam..?" sapa wanita itu pelan.
Aku menganggukkan kepala perlahan tanpa menjawab. Bagiku, pertanyaan itu lebih mirip basa-basi dan tidak perlu dijawab, karena pasti wanita itu sudah tahu nomor bangku yang dia maksud berdasar denah yang ada di kantor agen perjalanan tempat dia membeli tiket bus. Kendati demikian, aku menganguk. Tidak ada salahnya toh, menyenangkan orang, apalagi untuk seorang wanita ayu, kendati si wanita ayu itu membawa buntut. Mendinganlah, daripada nenek-nenek, pikirku. Sambil menggeser badan, sempat beberapa saat mataku memandang wajah wanita di sampingku. Dan kesimpulan singkat yang kuperoleh saat itu, wanita ini sedang dirundung masalah. Bisa diproyek, nikh, demikian otak nakalku.
Tanpa terasa, bus telah melaju meninggalkan kota Semarang. Beberapa kali ujung mataku melirik ke samping, sementara yang kuperhatikan tampaknya tidak punya minat (mungkin belum) untuk menoleh ke arahku. Pandangan wanita di sampingku itu lurus kaku ke depan. Sesekali aku mendehem, sesekali pula aku mengubah posisi dudukku. Maksudnya sih jelas, mencoba memancing perhatian si wanita. Gagal. Akhirnya aku pejamkan mata, mencoba memanfaatkan waktu dengan tidur.
Namun aku merasa mendapat peluang saat supir bus memarkir kendaraan untuk istirahat dan makan malam di kawasan Kendal. Saat itu sudah sekitar pukul 19.00. Ketika kubuka mataku, sebagian besar penumpang bus tidak ada di tempatnya, termasuk di bangku depan, kiri, kanan samping dan belakangku. Tapi kurasakan bahwa wanita yang duduk di bangku sampingku masih di tempatnya.
Setelah menguap beberapa kali, aku menggeliatkan tubuh. Juga kugeliatkan kepalaku dengan membuat putaran searah jarum jam dan sebaliknya. Kulakukan itu dua tiga kali, rupanya perbuatan itu mendapat respon dari wanita yang duduk di sampingku.
"Perjalanannya melelahkan ya, Pak..?" ujarnya lirih.
Aha, es batu itu akhirnya cair juga.
"Iya, Mbak. Eh, nggak turun makan, Mbak..?" aku tersenyum, sementara sepasang mataku melirik ke arah anaknya yang tampak pulas di pangkuan.
"Sebenarnya mau, tapi..," tatapan mata wanita di sampingku itu sepertinya telah membuat kata-kata lanjutan yang langsung kutangkap maknanya.
Wanita ini tengah dalam kesulitan, dan di antara sekian kesulitan itu, tentu bermuara pada soal yang namanya uang. Aku tersenyum sendiri, mendapat kesimpulan seperti itu.
"Ayo kita turun makan. Mungkin putra Mbak juga lapar..,"
Tanpa menunggu persetujuannya aku mengambil inisiatif dengan berdiri dan mempersilakannya untuk sama-sama turun bus dan makan di restoran.
Dari perbincangan, kutahu namanya Maya. Perjalanan hidup wanita ayu berusia 26 tahun yang ternyata berasal dari Jepara itu ternyata kurang menggembirakan. Suaminya sejak setahun lalu pergi tanpa kabar berita, menyusul pertengkaran hebat antara mereka. Maya menuturkan, dia berangkat ke Bogor setelah mendengar kabar suaminya itu kini menetap di rumah mertuanya dan telah bekerja kembali di sebuah perusahaan swasta.
"Saya mencari suami saya bukan untuk kembali, tapi menuntut cerai. Seorang bekas teman kuliah telah meminta saya untuk mau menjadi isterinya," papar wanita itu dengan nada polos.
Maya menuturkan, dia sebenarnya berasal dari keluara yang bahagia. Ayahnya sejak tiga tahun lalu pensiun dari kegiatannya sebagai pegawai Kantor di sebuah Departemen di Jepara. Dia sendiri merupakan anak bungsu dari tiga bersaudara.
Tidak berapa lama setelah dia lulus, Ibrahim (asli Bogor), manajer perusahaan mebel ukir yang tidak jauh dari rumahnya datang melamar. Namun kebahagiaan rumah tangganya menghadapi cobaan. Krisis moneter di tahun 1997 menghadirkan gelombang badai. Perusahaan tempat suaminya bekerja termasuk yang rentan dan gagal untuk bangkit dari kebangkrutan.
Tidak tahan menghadapi kenyataan, sang suami menghabiskan uang pesangon dari perusahaan dengan berjudi bersama sesama teman korban PHK. Tidak hanya uang pesangon yang habis, sebagai isteri dia ternyata juga dijadikan taruhan. Dan Maya dihadapkan pada kenyataan betapa Ibrahim, suaminya tercinta begitu tega untuk menyerahkannya pada salah seorang teman kerjanya yang memenangkan perjudian tersebut.
"Saya layani pria itu melampaui layaknya pelayanan yang biasa diberikan seorang isteri terhadap seorang suami sebagai pembalasan atas suami saya yang telah menjadi pecundang itu," paparnya.
Ketika saya tanya lebih jauh apa yang dia maksud, Maya berkata bahwa pelayanan habis-habisan yang dia berikan pada teman kerja suaminya itu adalah seperti yang muncul dalam beberapa adegan film biru.
"Termasuk gaya 'Kijang Panther'..," katanya datar membuatku terpancing untuk bertanya arti gaya tersebut yang segera dijawab, "'Kaki kejang pantat muter-muter'.." kalimat terakhir ini membuatku tidak dapat menahan tawa.
Namun saya tidak dapat lebih lama menikmati kenyamanan di restoran bersama Maya. Bunyi klakson bus memaksa kami untuk menyudahi perbincangan mengasyikkan di restoran itu. Kali ini saya tidak mengambil posisi di jendela. Posisi itu saya berikan pada Maya, sehingga dia dapat lebih rileks dalam memangku anaknya. Pembicaraan yang terputus saat istirahat makan di restoran kami lanjutkan. Makin lama semakin menjurus, tapi juga dengan nada yang semakin menurun setara dengan nada bisik-bisik.
Sekali waktu, entah sengaja atau tidak, dia membiarkan saja tangan kananku terjepit di sela-sela buah dadanya dan kepala anaknya, aduh mak, jeritku. Aku tidak menyia-nyiakan peluang emas ini. Punggung jari tengah dan kelingkingku dengan lembut bergerilya di permukaan kaos pada bagian buah dadanya, membuat Maya beberapa kali menggelinjangkan tubuhnya.
"Geli, Mas Dani," suaranya yang lirih di telingaku membuat aku menghentikan gerakan sekaligus menetralisir keadaan dengan melayangkan pandangan mata ke sekeliling penumpang bus.
Malu juga rasanya jika ada yang diam-diam memperhatikan ulahku. Deru mesin bus cukup menolong juga. Sepertinya saling memahami, kami berdua tidak melanjutkan obrolan. Namun yang terjadi kemudian adalah aku mendapat keleluasaan dari Maya. Caranya, anaknya yang tidur di pangkuan kami berdua dengan letak kepala di paha Maya dan kaki di pahaku, ditutupi selendang lurik yang diambil dari tas kain.
Tidak ragu lagi, tanganku kini dengan mudah menjalar, berbelanja gratis. Karena tempat belanja yang paling mudah dicapai adalah di bagian buah dada, ya ke sana lah tanganku menuju. Gerakan-gerakan pelan dari punggung jari tengah dan kelingkingku lagi-lagi membuat Maya menggelinjangkan tubuh.
"Geli..," bisiknya.
Tanpa kuduga, jari-jari tangan kirinya bergerak ke arah selangkanganku, membuat gerakan mengelus-elus, lalu meremas, pelan, membuat si 'junior' terasa mengeras, mengakibatkan sedikit rasa sakit karena terbelenggu oleh celana dalam. Beberapa saat kemudian aku cium aroma aneh. Aroma yang sangat khas dan aku kenal biasa muncul dari seorang wanita yang tengah orgasme.
Benar ternyata.
"Saya keluar, Mas. Terima kasih..," bisik Maya.
"Keluar apanya," tanyaku, pura-pura bego.
Maya tidak menjawab, tapi jari-jari tangannya beraksi, mencubit paha di bagian selangkanganku, membuatku nyaris berteriak. Spontan aku tutup mulutku dengan kepalan tangan bagian punggung dan menggeliat, kemudian meguap, sebuah trik supaya penumpang bus di kiri-kanan dan belakangku tidak curiga.
"Maaf, Mas. Salahnya, sih." Sikapnya yang kini tidak segan untuk menyandarkan kepalanya di bahuku membuatku sangat senang.
Pikiranku saat itu tengah mereka-reka sebuah rencana setibanya nanti di Kota Bogor.
"Kau juga harus bisa membuatku keluar. Kau harus membuatku senang, Maya. Dan aku, aku, aku ingin merasakan pelayanan maksimal, termasuk jurus 'Kijang panthermu'..," kataku dalam hati.
*****
Dan pagi itu aku benar-benar dibuat melayang-layang, terbang ke swargaloka oleh Maya. Harus kuakui, dari sekian banyak wanita yang pernah kugauli, termasuk isteriku yang sampai kini setia mendampingiku, baru kali ini aku merasa mendapatkan kepuasan seks yang demikian lengkap. Secara lahiriah aku merasa menjadi pejantan terhebat di dunia. Secara batiniah, aku mendapatkan keindahan yang begitu hebat tentang seks. Maya benar-benar mampu membuatku begitu bugar. Barangkali semua ini tidak lepas dari caranya yang begitu 'pas' dalam menempatkan diriku sebagai seorang lelaki yang dia nilai layak untuk menyetubuhinya.
"Mandi air hangat dulu. Biar segar, ya Mas Dani..," ujarnya.
Saat itu kami telah berada di sebuah hotel yang cukup bersih di kawasan Ciawi, Bogor. Anak Maya, saat itu tertidur pulas.
Teman suamiku - 3
Sementara itu aku masih dalam keadaan liar. Bagaikan seekor kuda betina binal aku jadi bergelinjangan tidak karuan karena aku belum sempat mengalami puncak ejakulasi sama sekali semenjak disetubuhi oleh Iyan. Oleh karena itu sambil mengerang-erang kecil aku raih alat kejantanan suamiku itu dan meremas-remasnya dengan kuat agar dapat segera tegang kembali. Akan tetapi setelah berkali-kali kulakukan usahaku itu tidak membawa hasil. Alat kejantanan suamiku malahan semakin layu sehingga akhirnya aku benar-benar kewalahan dan membiarkan dia tergolek tanpa daya di tempat tidur. Selanjutnya tanpa ampun suamiku tertidur dengan nyenyak dalam keadaan tidak berdaya sama sekali.
Aku segera bangkit dari tempat tidur dalam keadaan tubuh yang masih bertelanjang bulat menuju kamar mandi yang memang menyatu dengan kamar tidurku untuk membersihkan cairan sperma suamiku yang melumuri tubuhku. Kemudian tiba-tiba Iyan yang masih dalam keadaan bertelanjang bulat langsung memelukku dari belakang sambil memagut serta menciumi leherku secara bertubi-tubi. Selanjutnya dia membungkukkan tubuhku ke pinggir ranjang aku kini berada dalam posisi menungging. Dalam posisi yang sedemikian Iyan menyetubuhi diriku dari belakang dengan garangnya sehingga dengan cepat aku telah mencapai puncak ejakulasi terlebih dahulu. Begitu aku sedang mengalami puncak ejakulasi, Iyan menarik alat kejantanannya dari liang senggamaku, seluruh tubuhku terasa menjadi tidak karuan, kurasakan liang kenikmatanku berdenyut agak aneh dalam suatu gerakan liar yang sangat sukar sekali kulukiskan dan belum pernah kualami selama ini. Aku kini tidak dapat tidur walaupun barusan aku telah mengalami orgasme bersama Iyan.
Dalam keadaan yang sedemikian tiba-tiba Iyan yang masih bertelanjang bulat sebagaimana juga diriku, menarikku dari tempat tidur dan mengajakku tidur bersamanya di kamar tamu di sebelah kamarku. Bagaikan didorong oleh suatu kekuatan hipnostisme yang besar, aku mengikuti Iyan ke kamar sebelah. Kami berbaring di ranjang sambil berdekapan dalam keadaan tubuh masing-masing masih bertelanjang bulat bagaikan sepasang pengantin baru yang sedang berbulan madu. Memang saat itu aku merasa diriku seakan berada dalam suatu suasana yang mirip pada saat aku mengalami malam pengantinku yang pertama. Sambil mendekap diriku Iyan terus-menerus menciumiku sehingga aku kembali merasakan suatu rangsangan birahi yang hebat. Dan tidak lama kemudian tubuh kami kami pun udah bersatu kembali dalam suatu permainan persetubuhan yang dahsyat.
Tidak berapa lama kemudian Iyan membalikkan tubuhku sehingga kini aku berada di posisi atas. Selanjutnya dengan spontan kuraih alat kejantanannya dan memandunya ke arah liang senggamaku. Kemudian kutekan tubuhku agak kuat ke tubuh Iyan dan mulai mengayunkan tubuhku turun-naik di atas tubuhnya. Mula-mula secara perlahan-lahan akan tetapi lama-kelamaan semakin cepat dan kuat sambil berdesah-desah kecil. Sementara itu Iyan dengan tenang telentang menikmati seluruh permainanku sampai tiba-tiba kurasakan suatu ketegangan yang amat dahsyat dan dia mulai mengerang-erang kecil. Dengan semakin cepat aku menggerakkan tubuhku turun-naik di atas tubuh Iyan dan nafasku pun semakin memburu berpacu dengan hebat menggali seluruh kenikmatan tubuh laki-laki yang berada di bawahku.
Tidak berapa lama kemudian aku menjadi terpekik kecil melepaskan puncak ejakulasi dengan hebat dan tubuhku langsung terkulai menelungkup di atas tubuh Iyan. Setelah beberapa saat aku tertelungkup di atas tubuh Iyan, tiba-tiba dia bangkit dengan suatu gerakan yang cepat. Kemudian dengan sigap dia menelentangkan tubuhku di atas tempat tidur dan mengangkat tinggi-tinggi kedua belah pahaku ke atas sehingga liang kenikmatanku yang telah basah kuyup tersebut menjadi terlihat jelas menganga dengan lebar. Selanjutnya Iyan mengacungkan alat kejantanannya yang masih berdiri dengan tegang itu ke arah liang kewanitaanku dan menghunjamkan kembali alat kejantanannya tersebut ke tubuhku dengan garang. Aku menjadi terhentak bergelinjang kembali ketika alat kejantanan Iyan mulai menerobos dengan buasnya ke dalam tubuhku dan membuat gerakan mundur-maju dalam liang senggamaku.
Aku pun kini semakin hebat menggoyang-goyangkan pinggulku mengikuti alunan gerakan turun-naiknya alat kejantanan Iyan yang semakin lama semakin cepat menggenjotkan di atas tubuhku.Aku merasakan betapa liang kewanitaanku menjadi tidak terkendali berusaha menghisap dan melahap alat kejantanan Iyan yang teramat besar dan panjang itu sedalam-dalamnya serta melumat seluruh otot-ototnya yang kekar dengan rakusnya. Selama pertarungan itu beberapa kali aku terpekik agak keras karena kemaluan Iyan tegar dan perkasa itu menghujam lubang kemaluanku.
Akhirnya kulihat Iyan tiba juga pada puncaknya. Dengan mimik wajah yang sangat luar biasa dia melepaskan puncak orgasmenya secara bertubi-tubi menyemprotkan seluruh spermanya ke dalam tubuhku dalam waktu yang amat panjang. Sementara itu alat kejantanannya tetap dibenamkannya sedalam-dalamnya di liang kewanitaanku sehingga seluruh cairan birahinya terhisap dalam tubuhku sampai titik penghabisan. Selanjutnya kami terhempas kelelahan ke tempat tidur dengan tubuh yang tetap menyatu. Selama kami tergolek, alat kejantanan Iyan masih tetap terbenam dalam tubuhku, dan aku pun memang berusaha menjepitnya erat-erat karena tidak ingin segera kehilangan benda tersebut dari dalam tubuhku.
Setelah beberapa lama kami tergolek melepaskan lelah, Iyan mulai bangkit dan menciumi wajahku dengan lembut yang segera kusambut dengan mengangakan mulutku sehingga kini kami terlibat dalam suatu adegan cium yang mesra penuh dengan perasaan. Sementara itu tangannya dengan halus membelai-belai rambutku sebagaimana seorang suami yang sedang mencurahkan cinta kasihnya kepada istrinya. Suasana romantis ini akhirnya membuat gairah kami muncul kembali. Kulihat alat kejantanan Iyan mulai kembali menegang tegak sehingga secara serta merta Iyan segera menguakkan kedua belah pahaku membukanya lebar-lebar untuk kemudian mulai menyetubuhi diriku kembali.Berlainan dengan suasana permulaan yang kualami tadi, dimana kami melakukan persetubuhan dalam suatu pertarungan yang dahsyat dan liar. Kali ini kami bersetubuh dalam suatu gerakan yang santai dalam suasana yang romantis dan penuh perasaan. Kami menikmati sepenuhnya sentuhan-sentuhan tubuh telanjang masing-masing dalam suasana kelembutan yang mesra bagaikan sepasang suami istri yang sedang melakukan kewajibannya.
Aku pun dengan penuh perasaan dan dengan segala kepasrahan melayani Iyan sebagaimana aku melayani suamiku selama ini. Keadaan ini berlangsung sangat lama sekali. Suasana ini berakhir dengan tibanya kembali puncak ejakulasi kami secara bersamaan. Kami kini benar-benar kelelahan dan langsung tergolek di tempat tidur untuk kemudian terlelap dengan nyenyak dalam suatu kepuasan yang dalam.
Semenjak pengalaman kami malam itu, suamiku tidak mempermasalahkan lagi soal fantasi seksualnya dan tidak pernah menyinggung lagi soal itu. Namun apa yang kurasakan bersama suamiku secara kualitas kurasakan tidak sehebat sebagaimana yang kualami bersama Iyan. Kuakui malam itu Iyan memang hebat. Walaupun telah beberapa waktu berlalu namun bayangan kejadian malam itu tidak pernah berlalu dalam benakku. Malam itu aku telah merasakan suatu kepuasan seksual yang luar biasa hebatnya yang belum pernah kualami bersama suamiku selama ini. Walaupun telah beberapa kali menyetubuhiku, Iyan masih tetap saja kelihatan bugar. Alat kejantanannya pun masih tetap berfungsi dengan baik melakukan tugasnya keluar-masuk liang kewanitaanku dengan tegar hingga membuatku menjadi agak kewalahan. Aku telah terkapar lunglai dengan tidak putus-putusnya mengerang kecil karena terus-menerus mengalami puncak orgasme dengan berkali-kali namun alat kejantanan Iyan masih tetap tegar bertahan. Memang secara terus terang kuakui bahwa selama melakukan hubungan seks dengan suamiku beberapa bulan belakangan itu, aku tidak pernah mengalami puncak orgasme sama sekali. Apalagi dalam waktu yang berkali-kali dan secara bertubi-tubi seperti malam itu. Sehingga secara terus terang setelah hubungan kami yang pertama di malam itu kami masih tetap berhubungan tanpa sepengetahuan suamiku.
Awalnya di suatu pagi Iyan berkunjung ke rumahku pada saat suamiku sudah berangkat ke tempat tugasnya. Secara terus terang saat itu dia minta tolong kepadaku untuk menyalurkan kebutuhan seksnya. Mulanya aku ragu memenuhi permintaannya itu. Akan tetapi anehnya aku tidak kuasa untuk menolak permintaan tersebut. Sehingga kubiarkan saja dia melepaskan hasrat birahinya. Hubungan itu rupanya membawa diriku ke dalam suatu alam kenikmatan lain tersendiri. Ketika kami berhubungan seks secara terburu-buru di suatu ruangan terbuka kurasakan suatu sensasi kenikmatan yang hebat dan sangat menegangkan. Keadaan ini membawa hubunganku dan Iyan semakin berlanjut. Demikianlah sehingga akhirnya aku dan Iyan sering membuat suatu pertemuan sendiri di luar rumah. Melakukan hubungan seks yang liar di luar rumah, baik di kamar cottage ataupun di kamar hotel, bahkan di rumahku ketika suamiku tidak ada di rumah. Kami saling mengisi kebutuhan jasmani masing-masing dalam adegan-adegan sebagaimana yang pernah kami lakukan di kamar tidurku di malam itu, dan sudah barang tentu perbedaannya kali ini adegan-adegan tersebut kini kami lakukan tanpa dihadiri dan tanpa diketahui oleh suamiku.
Sebagai wanita yang sehat dan normal, aku tidak menyangkal bahwa berkat anjuran suamiku malam itu aku telah mendapatkan makna lain dari kenikmatan hubungan seksual yang hakiki walaupun hal itu pada akhirnya kuperoleh dari mantan pacarku, mungkin aku agak menyesal kenapa dulu tidak melanjutkan hubunganku dengan Iyan yang mungkin masih dapat bersatu lagi kalau saja aku tidak merasa gengsi untuk kembali padanya walaupun ada kesempatan setelah dia putus dengan pacarnya. Tapi akhirnya aku dapat melanjutkannya sekarang, memang kalau sudah jodoh tak akan lari kemana.
Teman suamiku - 2
Aku sangat terkejut melihat kemaluan Iyan yang sangat besar dan panjang itu. Kemaluan yang sebesar itu yang sepertinya hanya ada di film-film BF saja. Batang penisnya kurang lebih berdiameter 5 cm dikelilingi oleh urat-urat yang melingkar dan pada ujung kepalanya yang sangat besar, panjangnya mungkin kurang lebih 18 cm, pada bagian pangkalnya ditumbuhi dengan rambut keriting yang lebat. Kulitnya agak tebal, terus ada urat besar di sisi kiri dan kanan yang terlihat seperti ada cacing di dalam kulitnya. Kepala batangnya tampak kompak (ini istilahku!), penuh dan agak berkerut-kerut. Garis lubangnya tampak seperti luka irisan di kepala kemaluannya. Kemudian dia menyodorkan alat kejantanannya tersebut ke hadapan wajahku. Sesaat aku menoleh ke arah suamiku, aku tidak menduga akan menghadapi penis yang sebesar itu. Aku mulanya juga agak ragu-ragu, tapi untuk menghentikan ini, kelihatannya sudah kepalang, karena tidak enak hati pada Iyan yang telah bersedia memenuhi keinginan kami itu.
Secara reflek aku segera menggenggam alat kejantanannya dan terasa hangat dalam telapak tanganku. Aku memegangnya perlahan, terasa ada sedikit kedutan terutama di bagian uratnya. Lingkaran genggamanku tampak tak tersisa memenuhi lingkaran batangnya. Aku tidak pernah membayangkan selama ini bahwa aku akan pernah memegang alat kejantanan seorang laki-laki lain di hadapan suamiku. Dengan penuh keragu-raguan aku melirik kepada suamiku. Kulihat dia semakin bertambah asyik menikmati bagian dari adegan itu tanpa memikirkan perasaanku sebagai istrinya yang sedang digarap habis-habisan oleh seorang laki-laki lain, yang juga merupakan bekas pacarku. Dalam hatiku tiba-tiba muncul perasaan geram terhadap suamiku, sehingga dengan demonstratif kuraih alat kejantanan Iyan itu ke dalam mulutku menjilati seluruh permukaannya dengan lidahku kemudian kukulum dan hisap sehebat-hebatnya.
Aku merasa sudah kepalang basah maka aku akan nikmati alat kejantanan itu dengan sepuas-puasnya sebagaimana kehendak suamiku. Kuluman dan hisapanku itu membuat alat kejantanan Iyan yang memang telah berukuran besar menjadi bertambah besar lagi. Di lain keadaan dari alat kejantanan Iyan yang sedang mengembang keras dalam mulutku kurasakan ada semacam aroma yang khas yang belum pernah kurasakan selama ini. Aroma itu menimbulkan suatu rasa sensasional dalam diriku dan liang kewanitaanku mulai terasa menjadi liar hingga secara tidak sadar membuatku bertambah gemas dan semakin menjadi-jadi menghisap alat kejantanan itu lebih hebat lagi secara bertubi-tubi. Kuluman dan hisapanku yang bertubi-tubi itu rupanya membuat Iyan tidak tahan lagi. Dengan keras dia menghentakkan tubuhku dalam posisi telentang di atas tempat tidur. Aku pun kini semakin nekat dan pasrah untuk melayaninya.
Aku segera membuka kedua belah pahaku lebar-lebar. "Yan.." aku bahkan tidak tahu memanggilnya untuk apa. Sambil berlutut mendekatkan tubuhnya di antara pahaku, Iyan berbisik, "Sstt.. kamu diam saja, nikmati saja!" katanya sambil dengan kedua tangannya membuka pahaku sehingga selangkanganku terkuak tepat menghadap pinggulnya karena ranjangnya tidak terlalu tinggi. Itu juga berarti bahwa sekian saat lagi akan ada sesuatu yang akan menempel di permukaan kemaluanku. Benar saja, aku merasakan sebuah benda tumpul menempel tepat di permukaan kemaluanku. Tidak langsung diselipkan di ujung lubangnya, tetapi hanya digesek-gesekkan di seluruh permukaan bibirnya, membuat bibir-bibir kemaluanku terasa monyong-monyong kesana kemari mengikuti arah gerakan kepala kemaluannya. Tetapi pengaruh yang lebih besar ialah aku merasakan rasa nikmat yang benar-benar bergerak cepat di sekujur tubuhku dimulai dari titik gesekan itu.
Beberapa saat Iyan melakukan itu, cukup untuk membuat tanganku meraih tangannya dan pahaku terangkat menjepit pinggulnya. Aku benar-benar menanti puncak permainannya. Iyan menghentikan aktivitasnya itu dan menempelkan kepala kemaluannya tepat di antara bibir kemaluanku dan terasa bagiku tepat di ambang lubang kemaluanku. Aku benar-benar menanti tusukannya. Oh.. God.. please! Tidak ada siksaan yang lebih membuat wanita menderita selain dalam kondisiku itu. Sesaat aku lupa kalau aku sudah bersuami, yang aku lihat cuma Iyan dan barangnya yang besar panjang. Ada rasa takut, ada pula rasa ingin cepat merasakan bagaimana rasanya dicoblos barang yang lebih besar, lebih panjang, "Ooouugghh," tak sabar aku menunggunya. Tiba-tiba aku merasakan sepasang jemari membuka ke kiri dan ke kanan bibir-bibir kemaluanku. Dan yang dahsyat lagi aku merasakan sebuah benda tumpul dari daging mendesak di tengah-tengah bentangan bibir itu. Aku mulai sedikit panik karena tidak mengira akan sejauh ini tetapi tentu saja aku tidak bisa berbuat apa-apa karena aku sendiri yang memulainya tadi dan juga aku sangat mengaguminya.
Perlahan-lahan Iyan mulai memasukkan penisnya ke vaginaku. Aku berusaha membantu dengan membuka bibir vaginaku lebar-lebar. Kelihatannya sangat sulit untuk penis sebesar itu masuk ke dalam lubang vaginaku yang kecil. Tangan Iyan yang satu memegang pinggulku sambil menariknya ke atas, sehingga pantatku agak terangkat dari tempat tidur, sedangkan tangannya yang satu memegang batang penisnya yang diarahkan masuk ke dalam vagina. Pada saat Iyan mulai menekan penisnya, aku menjerit tertahan, "Aduuhh.. sakiitt.. Yann.., pelan-pelan.. doong." Iyan agak menghentikan kegiatannya sebentar untuk memberiku kesempatan untuk mengambil nafas, kemudian Iyan melanjutkan kembali usahanya untuk memasukkan penisnya. Sementara itu batang kemaluan Iyan mulai mendesak masuk dengan mantap. Sedikit demi sedikit aku merasakan terisinya ruangan dalam liang kemaluanku. Aku benar-benar tergial ketika merasakan kepala kemaluannya mulai melalui liang kemaluanku, diikuti oleh gesekan dari urat-urat batangnya setelahnya. Aku hanya mengangkang merasakan desakan pinggul Iyan sambil membuka pahaku lebih lebar lagi.
Aku mulai merasakan perasaan penuh di kemaluanku dan semakin penuh seiring dengan semakin dalamnya batang itu masuk ke dalam liangnya. Sedikit suara lenguhan kudengarkan dari Iyan ketika seluruh batang itu amblas masuk. Aku sendiri tidak mengira batang sebesar dan sepanjang tadi bisa masuk seluruhnya. Rasanya seperti terganjal dan untuk menggerakkan kaki saja rasanya agak susah. Sesaat keherananku yang sama muncul ketika melihat film biru dimana adegannya seorang cewek berada di atas cowoknya dan bisa bergerak naik-turun dengan cepat. Padahal ketika seluruh batang kemaluannya yang besar itu masuk, bergerak sedikit saja terasa aneh bagiku. Sedikit demi sedikit aku mulai merasa nyaman. Saat itu seluruh batang kemaluan Iyan telah amblas masuk seluruhnya di dalam liang kemaluanku. Tanpa sengaja aku terkejang seperti menahan kencing sehingga akibatnya seperti meremas batang kemaluan Iyan. Aku agak terlonjak sejenak ketika merasakan alat kejantanan Iyan itu menerobos ke dalam liang kemaluanku dan menyentuh leher rahimku. Aku terlonjak bukan karena alat kejantanan itu merupakan alat kejantanan dari seorang laki-laki lain yang pertama yang kurasakan memasuki tubuhku selain alat kejantanan suamiku, akan tetapi lebih disebabkan aku merasakan alat kejantanan Iyan memang terasa lebih istimewa daripada alat kejantanan suamiku, baik dalam ukuran maupun ketegangannya.
Selama hidupku memang aku tidak pernah melakukan hubungan seks dengan laki-laki lain selain suamiku sendiri dan keadaan ini membuatku berpikiran lain. Aku tidak menyangka ukuran alat kejantanan seorang laki-laki sangat berpengaruh sekali terhadap kenikmatan seks seorang wanita. Oleh karena itu secara refleks aku mengangkat kedua belah pahaku tinggi-tinggi dan menjepit pinggang Iyan erat-erat untuk selanjutnya aku mulai mengoyang-goyangkan pinggulku mengikuti alunan gerakan tubuh Iyan. Saat itu kakiku masih menjuntai di lantai karpet kamar. Tanganku memegangi lengannya yang mencengkeram pinggulku. Aku menariknya kembali ketika Iyan menarik kemaluannya dan belum sampai tiga perempat panjangnya kemudian menghunjamkannya lagi dengan kuat. Aku nyaris menjerit menahan lonjakan rasa nikmat yang disiramkannya secara tiba-tiba itu.
Begitulah beberapa kali Iyan melakukan hujaman-hujaman ke dalam liang terdalamku tersebut. Setiap kali hujaman seperti menyiramkan rasa nikmat yang amat banyak ke tubuhku. Aku begitu terangsang dan semakin terangsang seiring dengan semakin seringnya permukaan dinding lubang kemaluanku menerima gesekan-gesekan dari urat-urat batang kemaluan Iyan yang seperti akar-akar yang menjalar-jalar itu. Biasanya suamiku kalau bersenggama semakin lama semakin cepat gerakannya, tetapi Iyan seperti menemukan sebuah irama gerakan yang konstan tidak cepat dan tidak lambat. Tapi anehnya justru bagiku aku semakin bisa merasakan setiap milimeter permukaan kulit kemaluannya. Pada tahap ini, seperti sebuah tahap ancang-ancang menuju ke sebuah ledakan yang hebat, aku merasakan pahaku mulai seperti mati rasa seiring dengan semakin membengkaknya rasa nikmat di area selangkanganku. Tubuh kami sebentar menyatu kemudian sebentar lagi merenggang diiringi desah nafas kami yang semakin lama semakin cepat.
Sementara itu aku pun kembali melirik ke arah suamiku. Kudapati suamiku agak ternganga menyaksikan bagaimana diriku disetubuhi oleh Iyan. Melihat penampilan suamiku itu, timbul kembali geram di hatiku, maka secara lebih demonstratif lagi kulayani permainan Iyan sehebat-hebatnya secara aktif bagaikan adegan dalam sebuah film biru. Keadaan ini tiba-tiba membuatku merasakan ada suatu kepuasan dalam diriku. Hal itu bukan saja disebabkan oleh kenikmatan seks yang sedang kualami bersama Iyan, akan tetapi aku juga memperoleh suatu kepuasan lain yaitu aku telah dapat melampiaskan rasa kesalku terhadap suamiku. Suamiku menghendakiku berhubungan seks dengan laki-laki lain dan malam ini kulaksanakan sepuas-puasnya, sehingga malam ini aku bukan seperti aku yang dulu lagi. Diriku sudah tidak murni lagi karena dalam tubuhku telah hadir tubuh laki-laki lain selain suamiku.
Setelah agak beberapa lama kami bergumul tiba-tiba Iyan menghentikan gerakannya dan mengeluarkan alat kejantanannya yang masih berdiri dengan tegar dari liang kenikmatanku. Kupikir dia telah mengalami ejakulasi dini. Pada mulanya aku agak kecewa juga karena aku sendiri belum merasakan apa-apa. Bahkan aku tidak merasakan adanya sperma yang tumpah dalam rahimku. Akan tetapi rupanya dugaanku salah, kulihat alat kejantanannya masih sangat tegar berdiri dengan kerasnya. Iyan menghentikan persetubuhannya karena dia meminta suamiku menggantikannya untuk meneruskan hubungan seks tersebut. Kini dia yang akan menonton diriku disetubuhi oleh suamiku sendiri. Suamiku dengan segera menggantikan Iyan dan mulai menyetubuhi diriku dengan hebat. Kurasakan nafsu birahi suamiku sedemikian hebat dan bernyala-nyala sehingga sambil berteriak-teriak kecil dia menghunjamkan tubuhnya ke tubuhku. Akan tetapi apakah karena aku masih terpengaruh oleh pengalaman yang barusan kudapatkan bersama Iyan, maka ketika suamiku menghunjamkan alat kejantanannya ke dalam liang kenikmatanku, kurasakan alat kejantanan suamiku itu kini terasa hambar. Kurasakan otot-otot liang senggamaku tidak lagi sedemikian tegangnya menjepit alat kejantanan itu sebagaimana ketika alat kejantanan Iyan yang berukuran besar dan panjang itu menerobos sampai ke dasar liang senggamaku. Alat kejantanan suamiku kurasakan tidak sepenuhnya masuk ke dalam liang senggamaku dan terasa lebih lembek bahkan dapat kukatakan tidak begitu terasa lagi dalam liang senggamaku yang kini telah pernah diterobos oleh sesuatu benda yang lebih besar.
Di lain keadaan mungkin disebabkan pengaruh minuman alkohol yang terlalu banyak, atau mungkin juga suamiku telah berada dalam keadaan yang sedemikian rupa sangat tegangnya, sehingga hanya dalam beberapa kali saja dia mengayunkan tubuhnya di atas tubuhku dan dalam waktu kurang dari satu menit, suamiku telah mencapai puncak ejakulasi dengan hebat. Malahan karena alat kejantanan suamiku tidak berada dalam liang kewanitaanku secara sempurna, dia telah menyemprotkan separuh spermanya agak di luar liang kewanitaanku dengan berkali-kali dan sangat banyak sekali sehingga seluruh permukaan kemaluan sampai ke sela pahaku basah kuyub dengan cairan sperma suamiku. Selanjutnya suamiku langsung terjerembab tidak bertenaga lagi terhempas kelelahan di sampingku.
Langganan:
Postingan (Atom)