Rabu, 13 Mei 2020
Balada Rif'ah, Seorang Akhwat Partai - 12
"Bagaimana bisnis Abu hari ini?" Ujar Ummu Nida ketika tengah berdua di atas ranjang dengan suaminya, Abu Nida.
"Alhamdulillah lancar Ummi," jawab Abu Nida seadanya. Sekalipun sedang berada di ranjang bersama Ummu Nida, namun pikiran dan birahi Abu Nida tetap saja berada di kamar hotel, bersama Rif'ah, akhwat muda yang kini telah resmi menjadi selingkuhannya.
Ummu Nida merasakan kalau suaminya sedang memikirkan hal lain. Sekian tahun hidup berumah tangga membuatnya tahu tindak tanduk suaminya. Namun malam ini ia ingin sekali birahinya terpuaskan oleh seorang lelaki jantan, bukan oleh seorang akhwat seperti yang ia alami siang tadi. Dengan perlahan, ummahat beranak dua tersebut pun mulai mengelus-elus dada suaminya. Mula-mula hanya dari luar, namun kemudian tangannya masuk ke dalam kaos Abu Nida dan mengusap dada Abu Nida yang berbulu lebat.
"Ummi ..." Abu Nida merasakan kalau sang istri tengah merangsangnya. Ia yang masih belum puas menyetubuhi Rif'ah di siang hari tadi juga langsung horny, yang ditunjukkan dengan penisnya yang berdiri. Ia pun balas mengelus payudara Ummu Nida dari balik jubah panjang.
"Abi ... " Ummu Nida dengan ganas mulai menindih dan menciumi tubuh suaminya. Abu Nida pun kaget dengan perubahan ini, ia tak menyangka kalau istrinya bisa menjadi agresif seperti ini. Tak hanya agresif, Ummu Nida kini malah cenderung liar. "Puaskan Ummi malam ini ya sayang. Aku ingin kepuasan dari seorang laki-laki jantan sepertimu."
"Iya, Ummi. Akan aku puaskan memekmu sampai kau mabuk kepayang," Tak seperti biasanya Abu Nida mengeluarkan kata-kata kotor seperti itu. Ummi Nida pun terkejut, namun tidak ia ungkapkan. Dalam hati ia juga merasa terendahkan dengan kata-kata Abu Nida barusan, ia merasa seperti seorang pelacur. Namun ia justru merasa makin terpacu birahinya dengan kata-kata tersebut. Aneh memang, namun kata-kata kotor itu malah membuatnya makin panas.
"Tusuk memek aku dengan kontolmu, Abi ..." Ummu Nida membalas dengan tidak kalah joroknya. Abu Nida pun tak kalah kaget mendengar istrinya yang alim tersebut tiba-tiba menjadi nakal. Ia pun makin bersemangat dan langsung melepas seluruh pakaian yang dikenakan sang istri, mulai dari jubah, jilbab, hingga bra dan celana dalam.
Ummu Nida pun tak mau kalah, ia dengan sedikit memaksa juga melepas kaos dan celana yang dikenakan oleh suaminya. Tak seperti biasa, ia pun melakukan jilatan di sekitar puting suaminya, membuat sang suami langsung menggelinjang karena rasa geli. Awalnya di bagian kanan saja, kemudian bergeser ke puting sebelah kiri.
Abu Nida yang tak tahan kejantanannya ditantang seperti itu, langsung membalik tubuh Ummu Nida hingga ia berada di atasnya, dan balas menghisap puting payudara Ummu Nida yang indah. Ia menjilatinya dengan penuh nafsu, sambil menyelipkan tangan kanannya di selangkangan Ummu Nida yang belum terbuka.
Malam itu mereka berdua bermain cinta dengan liar dan ganas, sekalipun pikiran mereka teralihkan ke pasangan-pasangan mereka yang lain. Abu Nida masih memikirkan tubuh Rif'ah yang seksi, sedangkan pikiran Ummi Nida tak bisa lepas dari Faizah yang membuatnya berkeringat tadi siang dan Yanto, rekan kerjanya di DPD yang berpenis besar. Mereka pun saling memacu birahi hingga akhirnya sama-sama terkapar di atas ranjang.
"Tubuhmu benar-benar nikmat, Ummu ..." bisik Abu Nida di sela-sela dengusan nafasnya.
--------------------
Sementara itu di kamar hotel bernomor 501, juga terdengar suara desahan lelaki dan perempuan yang saling bersahutan. Di dalam keremangan lampu kamar, terlihat dua insan berbeda jenis yang saling bergumul dengan penuh birahi. Mereka adalah Rif'ah dan Jonah, bule yang malam itu ia temui di hotel tersebut.
"Hentikan, Jonah. Ini salah, kamu sedang mabuk. Kita harus hentikan ini ..." ujar Rif'ah sambil berusaha menghindar dari bibir Jonah yang terus menyerang wajahnya. Kini ia sudah kembali ditindih oleh Jonah di atas ranjang. Pria bule berbadan kekar tersebut berusaha untuk melepaskan kaos merah muda berlengan panjang yang dikenakan Rif'ah. Kaos tersebut sudah sangat berantakan, begitu juga dengan jilbab yang dikenakan Rif'ah.
Jonah hanya diam menghadapi Rif'ah yang terus memberontak. Dengan dingin, ia berusaha menahan tubuh Rif'ah dan meloloskan kaos akhwat tersebut ke atas. Setelah beberapa kali percobaan, ia pun berhasil, hingga kini terpampang sepasang payudara indah yang hanya tertutup bra. "Beautiful breast ..." gumamnya.
Rif'ah begitu malu dan langsung menutup payudaranya dengan kedua tangannya. Melihat hal itu, Jonah malah memeluknya dan berusaha melepaskan kaitan bra yang ada di punggung Rif'ah. Dengan mudah, ia pun berhasil melepaskan bra berukuran 36D tersebut dan melemparkannya ke lantai kamar hotel. Dengan lembut, ia melepaskan kedua tangan Rif'ah yang menutupi bukit-bukit indah tersebut, dan mulai menjilati payudara Rif'ah yang terbuka.
"Nggghhh ... Ahhhh ... Stop it Jonah, Stop it .... ahhhhhh" Rif'ah berusaha menolak, namun tak bisa dipungkiri kalau jilatan itu sangatlah nikmat dan langsung menaikkan birahinya sendiri. Tubuhnya berkali-kali melengkung ke atas, seolah berusaha menjemput bibir dan lidah Jonah agar tetap menjilati payudaranya. Jonah pun melengkapi rangsangannya dengan mengelus-elus lengan Rif'ah yang begitu halus.
"Kamu menyuruh saya berhenti, tapi desahan kamu menyuruh saya untuk melanjutkannya," ujar Jonah. Kata-kata itu benar-benar menohok Rif'ah, yang merasa vaginanya sudah mulai basah karena birahi. Lidah Jonah terus menyapu mulai dari pangkal payudaranya, memutar naik terus hingga berhenti di puting Rif'ah. Ketika sudah sampai di atas, Jonah menyedot puting tersebut seolah sedang mengulum permen yang manis. Rif'ah hanya bisa mengerang setiap kali Jonah menguatkan hisapannya. Jonah melakukannya berkali-kali hingga Rif'ah kian terangsang. Lidah Jonah yang sedikit kasar benar-benar membuatnya geli, sekaligus membangkitkan gairahnya yang biasa tersembunyi rapat di balik jilbab lebarnya.
Tak mau berhenti sampai di situ, Jonah pun menarik rok putih Rif'ah ke atas, dan mengelus-elus paha akhwat tersebut dengan lembut. Makin lama elusannya makin ke atas, ke arah selangkangan Rif'ah yang hanya tertutup celana dalam. Jonah semakin berani mencabuli akhwat tersebut, karena penolakan Rif'ah yang ia rasa mulai berkurang. Ia kini sudah yakin kalau Rif'ah tak akan menghindar dari godaan birahi yang ia lancarkan. Habislah sudah tubuh Rif'ah dinodai oleh bule tersebut, dan anehnya Rif'ah terlihat menikmati semua itu. Akhwat yang selalu tampil alim di DPD itu kini sedang menjadi pemuas birahi seorang bule yang sama sekali tidak dikenalnya.
"You're a sexy bitch ..." bisik Jonah di telinga Rif'ah yang masih tertutup jilbab. Hal itu seolah menjadi sebuah pengumuman kalau Rif'ah telah benar-benar menjadi seorang pelacur berjilbab. Jemari Jonah mulai melepaskan resleting rok Rif'ah dan meloloskannya. Tak lama kemudian ia pun melepaskan celana dalam yang dikenakan Rif'ah. Sebelum melemparkannya ke lantai, tak lupa ia cium dulu dalam-dalam celana dalam tersebut. Bau celana dalam Rif'ah yang khas membuatnya tambah horny saja.
"Are you a virgin?" TIba-tiba Jonah menanyakan hal yang begitu mengguncang Rif'ah. Dengan malu-malu akhwat tersebut menggelengkan kepala sambil terus menahan birahinya yang makin tak tertahan. Jonah pun tak berkata-kata lagi, ia hanya tersenyum.
Rif'ah sadar akan kondisi yang tengah dihadapinya, ia melihat penis Jonah yang begitu tegak teracung tepat ke arah kemaluannya. Ukurannya yang besar membuatnya sedikit khawatir, namun dalam hati ia pun merasa sangat ingin dipuaskan setelah hanya bermain beberapa kali dengan Abu Nida tadi siang. Gairahnya seolah tak terpuaskan dengan sempurna ketika selesai bermesraan dengan Abu Nida. Tanpa ia sadari, vaginanya yang indah sudah kembali berdenyut-denyut. Ia pun kembali mengingat persetubuhannya dengan Yanto, yang merupakan pemilik penis dengan ukuran terbesar yang pernah ia rasakan.
"Vaginamu sangat indah ..." ujar Jonah sebelum ia menggesekkan kemaluannya sendiri di vagina Rif'ah tersebut. Tangannya menahan tangan Rif'ah di atas kepala, sehingga memperlihatkan ketiak Rif'ah yang putih bersih tak berbulu. Rif'ah sendiri merasa sangat malu diperlakukan seperti itu, ia benar-benar merasa seperti seorang pelacur bagi bule yang sedang setengah mabuk itu. Kini hampir seluruh auratnya telah terbuka, siap untuk dijamah oleh Jonah. Tubuhnya yang seksi, yang biasanya tertutup dengan jubah lebar di hadapan rekan-rekannya di DPD, kini telah menjadi santapan bagi mata Jonah yang jalang.
Jonah seperti tidak ingin terburu-buru untuk memasuki kemaluan Rif'ah. Ia terus memainkan penisnya di pintu vagina Rif'ah, sekalipun vagina tersebut sudah berkedut-kedut seolah minta untuk dipuaskan. Ia malah kembali melumat bibir seksi Rif'ah yang langsung membalasnya dengan sama liarnya. Mereka bertukar lidah dan air liur, seolah tidak memikirkan perbedaan ras dan status sosial mereka berdua. Di tengah gelombang birahi tersebut, barulah Rif'ah merasakan ada sebuah benda panjang berurat tebal yang berusaha menusuk vaginanya. Ia yang sudah merasakan penis milik Abu Nida dan Yanto merasakan ada yang berbeda dengan kemaluan Jonah. Penis Jonah terasa sangat besar dan kasar. Kepala penis tersebut terasa lebih tajam karena memang penis tersebut belum disunat. Rif'ah jadi penasaran, bagaimana rasanya disetubuhi oleh pria yang belum disunat. Hal itu membuatnya jadi makin bergairah.
"What a tight pussy ..." geram Jonah ketika berusaha memasukkan penisnya secara perlahan ke dalam vagina Rif'ah. Sedikit demi sedikit, penis yang berukuran super itu pun akhirnya berhasil menyelinap di belahan dinding vagina Rif'ah, membuat pemiliknya meringis dan memejamkan mata menahan rasa perih ketika kemaluannya kembali dibelah. Baru kali ini Rif'ah digaruk oleh penis sebesar ini, belum disunat pula.
"Ahhh, your penis is so big," desah Rif'ah. Dalam hati, ia merasa khawatir karena Jonah tidak memakai kondom sebagai pengaman. Bagaimana nanti kalau ia tertular penyakit kelamin. Bagaimana nanti kalau ia jadi hamil. Namun gesekan demi gesekan kontol Jonah membuatnya melupakan kekhawatiran tersebut dan larut dalam genjotan birahi si bule bertubuh kekar itu.
Jonah pada awalnya hanya memasukkan sedikit batang penisnya, namun seiring dengan adaptasi yang baik dari kemaluan Rif'ah, penis tersebut pun tenggelam kian dalam. Jonah pun mempercepat kocokannya, berusaha meraih kepuasan dari akhwat yang masih mengenakan jilbab tersebut. Dengan posisi misionaris, mereka terus memacu nafsu terlarang, meluapkan segala kegelisahan sensual mereka yang seakan memohon untuk dipuaskan malam itu. Kamar hotel yang remang itu pun menjadi saksi genjotan demi genjotan penis bule berbadan kekar terhadap vagina seorang akhwat alim berjilbab.
----------
Ummu Nida masih tergeletak di ranjangnya. Ia masih merasakan rasa pegal di vaginanya, setelah dihajar habis-habisan oleh Abu Nida. Kini Abu Nida sedang membersihkan diri di kamar mandi, dan Ummu Nida pun menunggu giliran sambil merebahkan diri di atas ranjang. Ia pun meraba-raba puting payudaranya sendiri yang berwarna kecoklatan. Ia pun kembali bergairah membayangkan puting tersebut dijilat dan dihisap oleh suaminya barusan. Malam itu merupakan salah satu malam di mana Ummu Nida benar-benar merasa terpuaskan oleh suaminya sendiri. "Bagaimana kalau setelah mandi aku minta jatah lagi? Kira-kira Abu Nida mau gak yah memberikan aku kepuasan demi kepuasan malam ini?", begitu pikirnya.
Ketika Ummu Nida sedang larut dalam lamunan pornonya, tiba-tiba ia mendengar handphonenya berbunyi, tanda ada SMS masuk. Ia pun mengangkat tubuhnya yang masih tanpa busana, dan berjalan menuju ke meja rias, tempat handphonenya berada. Pantat Ummu Nida tampak bergoyang ke kiri dan kanan seiring geraknya maju, begitu juga dengan payudaranya yang menggelayut indah. Ketika telah menggenggam handphonenya, Ummu Nida melihat ke arah layar. Ternyata ada sebuah SMS dari sebuah nomor yang ia tidak kenal. Dan ketika membuka SMS tersebut, ia pun terkejut.
“Assalamualaykum, Ummu Nida. Anti tidak perlu tahu siapa ana, tapi yang pasti ana tahu apa yang anti lakukan siang tadi bersama seorang akhwat, bahkan ana punya videonya. Kalau anti tidak mau video ini tersebar, tolong datang ke alamat yang akan ana berikan di SMS berikutnya. Ingat, jangan sekali-sekali berpikir untuk mengadukan ini kepada siapapun.” Begitu bunyi SMS tersebut.
Ummu Nida langsung terdiam mematung. Ia sadar kalau ia telah dijebak oleh Faizah. Dari nada SMSnya, itu bukan Faizah. Itu adalah orang lain yang memang telah mengetahui apa yang dia lakukan bersama Faizah tadi siang. Tapi apakah benar kalau pengirim SMS tadi punya rekaman kegiatan seksnya dengan Faizah? Kalau benar, itu artinya ia berada dalam bahaya. Kehormatan diri dan keluarganya bisa hancur, karena video tersebut pasti merekam tubuhnya yang tanpa busana, dan berpose binal pula. Kalau pengirim SMS itu hanya mengirimkan ancaman palsu, Ummu Nida seharusnya tidak menanggapinya. Karena dengan menanggapi SMS tersebut, Ummu Nida seolah akan membenarkan ancaman yang diberikan.
Di tengah kebingungan yang melanda, Ummu Nida terkejut ketika ia merasakan tubuhnya dipeluk dari belakang. Ia terkaget dan bahkan berusaha memberontak. Namun ia pun menghentikan rontaannya setelah sadar kalau yang memeluknya adalah Abu Nida, suaminya sendiri.
“Ada apa Ummi?” Tanya Abu Nida heran.
“Nghh … Tidak ada apa-apa, Abi.”
"Bener tidak ada apa-apa? Koq mukanya pucat begitu?"
"Hmm, hanya lelah saja mungkin Abi ..."
Abu Nida pun berusaha untuk memeluk tubuh istrinya yang masih bugil dengan lebih erat, menekankan dadanya ke payudara sang istri. Ia bahkan berusaha untuk mengecup bibir Ummu Nida. Namun anehnya Ummu Nida seolah menghindar, berbeda 180 derajat dari Ummu Nida yang begitu manja di atas ranjang tadi.
“Maaf, Abi. Ummi mau bersih-bersih dulu sebentar.” Ujar Ummu Nida sambil ngeloyor ke kamar mandi. Abu Nida pun jadi bingung dengan tingkah istrinya.
Sementara itu, di dalam kamar mandi, Ummu Nida langsung mengguyur tubuhnya dengan air sekuat-kuatnya, berusaha melupakan masalah ini. Ia merasa bersalah telah membuat masalah ini di tengah kehidupan keluarganya.
----------
Rif’ah masih terus mendenguskan nafas penuh kehangatan birahi. Di atas tubuhnya yang seksi, masih ada Jonah yang menyodok-nyodok vaginanya dengan penuh nafsu. Seolah Rif’ah adalah pelacur yang telah ia bayar mahal, sehingga sayang kalau tidak dinikmati sepuas mungkin. Jonah mengangkat kaki Rif’ah dan menggantungkannya di bahunya. Ia renggangkan sehingga Rif’ah makin berada dalam posisi mengangkang, vaginanya makin jelas terlihat, membuat Jonah makin mudah memaju mundurkan kemaluannya ke dalam liang surgawi akhwat berjilbab panjang tersebut.
“Ahhh, ahhhh,ahhhh …” Rif’ah terus melenguh merasakan kemaluannya disodok-sodok oleh penis Jonah yang besar dan panjang. Aroma tubuh Jonah yang berkeringat membuatnya makin bergairah. Terus digenjot seperti itu membuat seluruh syaraf gairah di kemaluan Rif’ah menyala, dan memancing sel-sel telurnya untuk mencari jalan keluar. Beberapa menit kemudian, Rif'ah mulai merasa akan ada gelombang syahwat yang akan keluar dari tubuhnya. Tubuh Jonah yang kekar membuatnya makin cepat terangsang, dan orgasme pun seperti hanya tinggal menunggu waktu untuk dilepaskan.
“Fuckkk, your pussy is so fucking awesome, woman in veil,” bisik Jonah di telinga Rif’ah, membuat akhwat cantik itu makin tak berdaya di bawah tubuh Jonah yang benar-benar jantan. Gerakan Jonah makin lama makin cepat, membuat Rif’ah merasa makin tak karuan.
Rif'ah masih berusaha untuk menahan semua gairahnya agar tidak lepas, namun ia tak sanggup. Ia berusaha membayangkan hal lain agar tak lantas menyerah, namun ia tak bisa. Genjotan penis Jonah, wajah Jonah yang penuh birahi, dan aroma tubuh Jonah yang jantan membuat Rif'ah makin tak berdaya. Rif’ah pun akhirnya melepaskan segalanya, dan takluk pada kejantanan Jonah.
“Ngggggghhhhhhhhhh …… Aaaaaahhhhhhhhhhhhh” Rif’ah mendesah panjang, menandai orgasmenya.
Seolah mengerti kalau betinanya sedang diterjang gelombang birahi, Jonah pun menekan penisnya dalam-dalam. Ia menahannya sekuat mungkin, berusaha menjaga agar kenikmatan yang dirasakan Rif’ah tak kunjung hilang. Rif’ah tampak memejamkan mata, menikmati orgasmenya yang seperti tak kunjung usai. Jonah tampak sabar menunggu, dan memanfaatkan waktu yang ada untuk menjilati ketiak Rif’ah. Di dalam vagina Rif'ah, penis Jonah masih tegak menusuk seluruh dinding-dinding surgawi.
Perlahan Rif’ah membuka matanya … Masih ada Jonah di sana, yang memandangnya dengan sebuah senyuman. “Thank you, honey,” desis Rif’ah, sambil menarik wajah Jonah dan mencium bibir bule tersebut. Mereka saling membelitkan lidah, bertukar liur yang penuh gairah.
“You’re welcome.” ujar Jonah begitu mereka selesai berciuman.
Jonah tampak tak juga menurunkan gairahnya. Beberapa menit kemudian, ia rasakan sudah cukup waktu bagi Rif'ah untuk beristirahat. Ia pun kembali menciumi payudara Rif’ah dan berusaha membangkitkan birahi akhwat berjilbab tersebut. Tangannya pun beralih ke bawah, ke bokong Rif’ah, dan meremas-remasnya dengan gemas. Rif’ah merasakan bentuk penis Jonah yang masih begitu tegang di dalam vaginanya. Ia pun kembali bangkit gairahnya.
Rif'ah sedikit kecewa ketika Jonah menarik penisnya keluar dari vaginanya. Apakah Jonah sudah tidak ingin menikmati tubuhnya? Namun Rif'ah langsung tahu jawabannya begitu Jonah menarik tubuhnya agar berbalik. Ia ingin Rif'ah menungging. Ia ingin menunggangi Rif'ah layaknya seekor anjing jantan menunggangi seekor anjing betina. Rif'ah menyukai ini, ia sangat menyukai posisi ini.
Jonah langsung memeluk tubuh Rif'ah yang masih mengenakan jilbab tersebut dari belakang. Bule tersebut juga sedikit menunduk, mengikuti posisi tubuh Rif'ah. Perlahan, Jonah berusaha memainkan puting payudara Rif'ah yang menggantung indah. Tanpa menunggu lama, Jonah pun langsung menggesek-gesekkan penisnya yang masih tegang di kemaluan Rif'ah. akhwat berjilbab yang sudah gila seks itu pun menyambutnya dengan binal.
Posisi tersebut membuat Rif'ah merasa begitu terhina. Kini ia benar-benar seperti objek pelampiasan nafsu seorang bule asing yang tidak dikenalnya, yang telah kembali merenggut kesucian yang menyelimuti kemaluannya. Namun di tengah rasa terhina tersebut, juga muncul gairah yang tak kunjung padam. Apalagi mengingat begitu besarnya ukuran penis yang dimiliki Jonah, dan betapa jantannya bule tersebut di atas ranjang.
Rif'ah pun pasarah ketika Jonah menarik jilbabnya hingga kepalanya mendongak ke atas. Tanpa ia duga, Jonah kembali mendekatkan wajah mereka berdua dan mencium bibir Rif'ah. "Your body is so awesome, Darling. Soft and sweet," bisik Jonah sambil kembali mendenguskan nafas penuh birahi. Hal tersebut membuat Rif'ah terpancing, hingga akhirnya ikut mengiringi irama gesekan penis Jonah di kemaluannya.
Merasa betinanya sudah mulai aktif, Jonah pun tersenyum. Dengan begitu, penisnya akan kembali mendapatkan kepuasan yang tiada tara, yang tidak bisa ia dapatkan dari pelacur-pelacur yang biasanya hanya diam saja ketika ia setubuhi. Jonah pun akin bersemangat ketika mendengar kata-kata Rif'ah, "Fuck me Jonah, fuck me hard."
Merasa ditantang seperti itu, Jonah pun tak tinggal diam. Perlahan tapi pasti, ia mempercepat tusukan demi tusukan ke dalam liang persenggamaan Rif'ah. Gemulai tubuh Rif'ah membuatnya kian horny. Payudara Rif'ah ia genggam dengan kedua tangan, sedangkan sambil berlutut, ia berusaha terus meregangkan selangkangan Rif'ah, agar sampai ke titik kepuasan yang maksimal.
"Really tight pussy, i love it, ahhhh ahhhh ..."
"I glad you like it, Jonah, nggghhhh ... i also love your big dick."
Sambil menindih tubuh Rif'ah dengan posisi doggy, Jonah pun masih menyempatkan diri untuk menjilati punggung dan ketiak Rif'ah yang terbuka, membuat pemiliknya makin tersulut birahi. Rif'ah pun makin bersemangat mengikuti irama sodokan penis Jonah, dengan turut menggoyangkan pinggulnya dengan binal. Pengalaman bersama Abu Nida dan Yanto menjadi tidak ada apa-apanya apabila dibandingkan dengan persetubuhan dengan Jonah ini.
Seperti ronde sebelumnya, dengan penetrasi yang dilakukan secara bertahap, hampir seluruh batang kemaluan Jonah masuk ke dalam vagina Rif'ah. Plop ... Plop ... Plop ... begitu bunyi ketika batang tersebut maju mundur dari belakang. Selangkangan mereka berdua terus berbenturan, setiap kali Jonah menekankan penisnya dalam-dalam. Jonah seperti sedang melakukan transfer birahi ke dalam liang senggama Rif'ah, membuat akhwat tersebut menjadi kelebihan birahi dan tinggal menunggu waktu untuk meledak hebat.
Beberapa menit terus digagahi Jonah dengan posisi itu, membuat Rif'ah jadi semakin tidak tahan. "Nggggghhhhhhhhh .... Aaaaaahhhhhhhhhhhh ..." orgasme demi orgasme diraihnya dalam posisi tersebut. Namun Jonah belum juga menuntaskan nafsunya. Rif'ah pun memutuskan untuk mengeluarkan jurus baru yang ia pernah lihat di internet baru-baru ini. Dengan begitu gemulai, Rif'ah memutar-mutar pinggulnya sehingga penis Jonah seperti berputar-putar di dalam kemaluannya.
"Aaaaahhh, what is this, bitch ..." geram Jonah. Ia merasa kesal karena goyangan tersebut membuatnya birahinya melonjak, dan rasa hangat mulai menjalar mulai dari bagian perut ke arah selangkangannya. Jonah membalasnya dengan melakukan tusukan-tusukan ke dalam, namun Rif'ah membalasnya dengan melakukan pijatan vagina dengan gerakan memutar. Sungguh persetubuhan yang liar antara seorang akhwat dengan seorang bule tersebut. Rif'ah sendiri sebenarnya tidak mengerti mengapa ia bisa menjadi seliar ini. Ia hanya mengharap dirinya bisa cepat mendapatkan kepuasan birahi yang tertinggi.
Jonah telah sampai ke kecepatan tertingginya, tanda kalau ia juga sudah ingin mendapatkan orgasme. "Hold it tight, i want to cum on your pussy ... Aaaaahhhh" teriak Jonah ketika ia merasakan sudah ada gumpalan sperma yang mengantri di ujung kemaluannya. Gerakan memutar Rif'ah pun menjadi akhir pendakian birahi bule tersebut, ia menekan penisnya dalam-dalam ke vagina Rif'ah, dan jutaan sperma pun langsung berpindah tempat tinggal dari sebuah saluran penis yang sempit ke liang senggama yang luas, tempat bersemayam sel telur dari seorang akhwat bernama Rif'ah. Di saat yang sama, Rif'ah pun mengalami orgasme untuk yang kesekian kalinya, "Aaaaaaaaaahhhhhhhhhhhh."
Mereka diam dalam posisi tersebut selama beberapa menit, sebelum kemudian Jonah merebahkan kembali tubuh Rif'ah dan menindihnya. Masih ada lelehan sperma di ujung kemaluannya, namun ia tidak kembali memasukkannya ke dalam vagina Rif'ah. Ia hanya berbaring di atas tubuh Rif'ah, meletakkan wajahnya di depan wajah Rif'ah, dan mencium bibir akhwat tersebut dengan romantis. "I love you ..." bisiknya.
----------
Keesokan harinya, Ummu Nida masih memikirkan tentang SMS misterius yang ia terima semalam. Apakah itu benar adanya, atau hanya kerjaan orang iseng. Tapi adakah orang iseng yang bisa menebak kalau ia baru saja melakukan perbuatan seksual bersama Faizah. Jawaban satu-satunya dari pertanyaan tersebut adalah Faizah pasti telah memberitahukan hal tersebut kepada orang lain, yang kini meneror dirinya.
Sadar akan akibat fatal yang bisa ditimbulkan kasus tersebut, Ummu Nida akhirnya memutuskan untuk memenuhi panggilan si pengirim SMS. Ia ingin tahu siapa sebenarnya orang yang berada di balik jebakan ini. Ia ingin menyelesaikan semuanya, demi nama baik dirinya, suaminya, dan keluarganya. Ummu Nida sengaja tidak memberitahukan hal ini kepada siapapun. Ia telah siap menanggung sendiri apapun konsekuensi dari tindakannya yang salah bersama Faizah.
Ummu Nida telah memikirkan, apabila orang tersebut minta sejumlah uang, ia akan berusaha untuk memberikannya, asal video tersebut benar-benar tidak tersebar. Ia sadar betapa buruknya akibat yang bisa ditimbulkan apabila video rekaman tersebut sampai jatuh ke tangan masyarakat luas. Sempat terpikir olehnya untuk meminta bantuan Yanto, namun niat tersebut diurungkannya. Ia khawatir kalau Yanto juga nanti akan meminta 'imbalan' setelah membantunya. Ummu Nida yakin kalau ia bisa mengatasi hal ini sendiri.
Siang harinya, Ummu Nida pun pergi dengan menggunakan taksi ke tempat yang telah ditunjukkan oleh si penelepon misterius tersebut. Ternyata tempat tersebut adalah sebuah kos-kosan yang amat sangat sepi. Hanya ada 1 akses masuk menuju sebuah lorong dengan pintu kamar kos-kosan di kiri dan kanannya. Menurut SMS yang ia terima semalam, Ummu Nida harus masuk ke sebuah kamar bernomor 8.
Ummu Nida pun mencari kamar nomor 8 tersebut dan akhirnya menemukan kalau kamar tersebut adalah kamar yang berada di ujung lorong sebelah kiri. Ia memandang sekeliling, masih belum ada orang yang terlihat. Kos-kosan tersebut seperti kota mati saja. Ia pun mencoba mengetuk pintu kamar kos-kosan tersebut, namun tidak juga ada jawaban dari dalam. Bosan mengetuk, Ummu Nida mencoba untuk meraih gagang pintu, dan ternyata pintu tersebut tidak terkunci. Ummu Nida pun membuka pintu tersebut dan langsung masuk ke kamar kos tersebut. "Assalamualaykum," Ummu Nida tak lupa memberikan salam begitu sampai di dalam kamar.
Kamar di balik pintu tersebut sangatlah gelap, hampir tidak ada cahaya yang masuk. Ummu Nida pun sampai tak bisa melihat apa-apa. Ia mencoba mencari saklar yang biasa berada di dekat pintu kamar, dan ia pun berhasil menemukannya. Namun ketika saklar tersebut dinyalakan, lampu tidak juga menyala. Ruangan yang dimasuki Ummu Nida tersebut sama sekali tidak mempunyai jendela atau ventilasi, namun Ummu Nida merasakan hembusan AC yang cukup dingin. Tanpa ia sadari, pintu di belakangnya tiba-tiba menutup dan mengunci. Ummu Nida kaget dan berbalik, namun ia terlambat. Sepasang tangan yang kekar telah memeluk tubuh sucinya dari belakang.
"Jangan teriak, kalau kamu mau nyawa dan kehormatanmu baik-baik saja ..." ujar pemilik tangan yang misterius tersebut.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar