Rabu, 13 Mei 2020
Balada Rif'ah, Seorang Akhwat Partai - 11
Hari sudah menjelang malam, ketika Abu Nida membuka matanya kembali. Di sampingnya, ada Rif'ah yang masih terlelap. Perlahan ia membelai pipi akhwat cantik tersebut. Abu Nida tersenyum. Alangkah beruntungnya dia bisa mendapatkan keperawanan dan berhasil berkali-kali menyetubuhi akhwat yang menjadi idaman banyak ikhwan di kantor DPD tersebut.
Abu Nida menyingkap selimut yang menutupi tubuh indah Rif'ah, dan berusaha menggapai payudaranya yang seksi. Ia elus-elus lembut, kemudian ia mainkan putingnya hingga sang pemiliknya merasa geli dan terbangun dari tidurnya yang nyenyak.
"Abuuu ... Geliii ..." ujar Rif'ah yang masih sedikit mengantuk. Ia berusaha membuka matanya selebar mungkin. Tangannya pun langsung bergerak meraih tubuh Abu Nida yang juga tanpa busana.
"Hehehe ... Abis ukhti tubuhnya seksi banget sih. Gmana gak horny?" Ujar Abu Nida tanpa melepaskan tangannya dari payudara Rif'ah. Ia masih terus meremas-remas payudara Rif'ah yang cukup besar, dengan bentuk yang bulat sempurna itu.
"Bisa aja Abu ini ..." Rif'ah kian mendekat ke arah Abu Nida dan mencium bibir lelaki yang telah beristri dan beranak dua tersebut. "Abu nginep di sini kan?" Ujar Rif'ah sambil membelai penis Abu Nida yang mulai berdiri lagi. Abu Nida tampak sedikit menggelinjang diperlakukan seperti itu.
"Maunya sih begitu ukhti, tapi ada Ummu Nida di rumah. Jadi, ana harus pulang malam ini. Maaf yah," jawab Abu Nida sambil terus menahan birahinya yang mulai bergejolak kembali. Ia pun memeluk Rif'ah untuk meredakan birahi sekaligus rasa kecewanya.
Rif'ah pun tak bisa menyembunyikan kekecewaannya. Ia hanya diam, tidak tahu harus berkata apa, sambil menarik tangannya dari selangkangan Abu Nida.
"Maafkan ana, Ukhti. Tapi kamar ini sudah ana sewa hingga besok, jadi ukhti boleh menginap di sini, besok baru check-out." ujar Abu Nida sambil beranjak dari tempat tidur yang sudah acak-acakan itu.
"Hmm, baiklah ..." Rif'ah pun menerima tawaran Abu Nida. Sayang memang kalau kamar hotel yang sudah dipesan ini tidak digunakan sebaik mungkin. Ia pun kembali merebahkan tubuhnya yang indah di atas ranjang tersebut.
"Ya sudah, ana siap-siap dulu yah." ujar Abu Nida sambil berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
Ketika Abu Nida berada di kamar mandi, Rif'ah pun kembali mengelus-elus payudaranya sendiri. Ia merasakan gairahnya masih begitu besar, dan belum terpuaskan dengan sempurna oleh Abu Nida. Ia ingin ada seseorang yang membantunya melepaskan gairah tersebut, tapi siapa? Sebersit muncul wajah Yanto di imajinasi Rif'ah. Ikhwan yang bekerja di DPD tersebut merupakan satu-satunya lelaki yang pernah menyetubuhinya selain Abu Nida.
Namun Rif'ah cepat-cepat menghapus imajinasi tersebut dari pikirannya. Apa yang dikatakan Yanto nanti kalau ia memanggilnya ke kamar hotel ini layaknya perempuan-perempuan murahan di luar sana.
----------
Di kamar kos Faizah, Ummu Nida juga tengah bersiap untuk pulang ke rumah. Ia mulai mengenakan kembali pakaiannya, mulai dari bra, celana dalam, hingga jubah panjang. Terakhir, ia pun merapikan posisi jilbab lebarnya yang sudah begitu acak-acakan. Faizah sendiri hanya terdiam di atas ranjang, sambil memandangi Ummu Nida yang tampak begitu erotis ketika sedang memakai pakaian.
Faizah merasa gembira karena telah berhasil menaklukkan Ummu Nida yang merupakan seorang tokoh penting di DPD, selain Ummu Rosyid. Tak ia sangka kalau ummahat beranak dua tersebut bisa jatuh juga ke pelukannya, dan berhasil ia buat orgasme, tanpa perlu terlalu dipaksa. Di lain pihak, Ummu Nida kini tengah dilanda perasaan dilema. Ia kecewa dengan dirinya sendiri yang menyerah dengan begitu mudah kepada rangsangan-rangsangan Faizah. Karena itu, setelah mengucapkan salam, ia pun langsung keluar dari kamar kos Faizah tanpa ba bi bu. Faizah pun membiarkan Ummu Nida larut dalam kebimbangannya.
Setelah Ummu Nida keluar dari kamarnya, Faizah yang masih dalam keadaan telanjang bulat, bangkit dari ranjangnya. Ia berjalan menuju sebuah rak buku yang ada tepat di seberang ranjangnya. Dari sela-sela buku yang bertumpuk, ia mencari sesuatu. Ternyata ia tengah mengambil sebuah handycam, yang telah ia siapkan sebelum Ummu Nida datang tadi siang. Ia mengecek sebentar video yang ada di dalamnya, dan kemudian tersenyum puas. Rencana rahasianya telah berhasil.
----------
Setelah Abu Nida pergi, Rif'ah berusaha menikmati kesendiriannya di dalam kamar hotel yang sangat nyaman tersebut. Ia hanya merebahkan diri dan menonton televisi. Ia berusaha untuk rileks, namun ada sebuah perasaan yang tidak mampu ditahannya, yaitu perasaan lapar. Tanpa ia perintah, perut Rif'ah yang indah itu pun berbunyi, "Kruuukkk ... kruuukkk."
Rif'ah mengelus perutnya sendiri memaksanya bertahan. Tapi lama kelamaan hal tersebut membuatnya tak nyaman, ia pun memutuskan untuk mencari makanan di lobby hotel. Ia mencari sebuah jubah yang masih rapi di tasnya, dan mengenakannya. Ia mengganti pakaiannya agar tampak lebih rapi, begitu juga dengan jilbab panjangnya. Kali ini ia memadukan sebuah rok panjang berwarna putih dan kaos merah muda yang longgar dan berlengan panjang. Setelah sedikit berdandan dan memakai make-up, ia pun siap untuk turun ke lantai bawah.
Di lobby hotel, tak tampak banyak orang. Mungkin karena hotel ini memang bukan hotel sembarangan, di mana hanya orang-orang yang mau membayar mahal saja yang bisa menginap di hotel ini. Karena itulah Abu Nida memilih hotel ini, agar ia dan Rif'ah tidak bertemu dengan seorang pun yang mereka kenal di sini. Rif'ah langsung menuju restoran hotel dan memesan makanan.
Sambil menunggu makanan, ia membuka-buka layar HPnya. Ada beberapa pesan dari Abu Nida, yang berisi kata-kata mesra, dan terkadang juga kata-kata kotor mengundang birahi. Selain itu ada juga SMS dari Ummu Rosyid, yang mengingatkan jadwal pengajian bulanan di kantor DPD. Rif'ah pun membalas semua SMS tersebut.
Ketika Rif'ah tengah asyik melihat-lihat layar HPnya, tiba-tiba ada seorang laki-laki yang berdiri di hadapan Rif'ah. "Excuse me, may i sit here?" Alamak, ternyata bule yang tadi siang bertemu dengannya. Kini ia memang tidak lagi mengenakan handuk, namun ia memakai celana jeans dan kaos ketat berwarna hitam, tak bisa menyembunyikan otot-otot bahu, lengan dan dadanya yang kekar.
"Yyy ... yyy ... yes, please," ujar Rif'ah mempersilakan duduk. Bule tersebut memanggil pelayan untuk memesan makanan, sedangkan Rif'ah berusaha tak memperdulikannya dan pura-pura sibuk dengan HPnya. Walau sebenarnya merasa tak nyaman dengan kehadiran bule tersebut, namun ia membiarkan saja demi menjaga kesopanan.
"What's your name?" ujar Bule tersebut membuka pembicaraan.
"My name is Rif'ah, and you?" Rif'ah berusaha bersikap ramah dengan sejenak menyimpan HPnya.
"I'm Jonah," ujar Bule tersebut sambil tersenyum lepas.
"Jonah seperti ..." Rif'ah berusaha menyambung percakapan dengan bahasa inggris yang cukup fasih.
"Jonah seperti nama nabimu yang ditelan ikan paus." jawab Jonah.
"Kau tahu banyak tentang agamaku?"
"Yup, aku sudah cukup lama mempelajari Islam."
"Tapi kau sekarang ..."
"Belum, aku belum menjadi Islam."
"Mengapa kau tertarik mempelajari Islam?"
"Karena para muslimahnya yang cantik, seperti kamu?" Tiba-tiba Rif'ah terdiam. Rayuan gombal Jonah sekalipun dalam bahasa inggris, namun tetap bisa membuat jantungnya berdebar. "Haa, i'm just kidding. Saya suka Islam karena ia membuatku damai."
Rif'ah sedikit lega karena Jonah tidak melanjutkan rayuan gombalnya, namun ia tidak bisa berhenti menahan denyut jantung yang kian cepat di dalam dadanya. Perasaan ingin dipuaskan yang tertahan karena Abu Nida lebih memilih pulang tadi siang, kini muncul lagi dalam hati Rif'ah. Untung saja tak lama kemudian pelayan datang membawa makanan mereka berdua, yang kebetulan datang bersamaan. Mereka pun asyik menyantap makanan mereka masing-masing, sambil sesekali bertukar obrolan.
Hari semakin malam, dan tanpa terasa seluruh makanan mereka sudah habis. Jonah memanggil pelayan untuk membawakannya sebotol bir. "Do you mind if i drink it?" tanya Jonah.
"Not at all," Rif'ah sadar kalau sudah menjadi tradisi para bule untuk minum alkohol selepas makan malam. Dan ia pun tak ingin memancing perdebatan dengan bule yang baru dikenalnya tersebut. Rif'ah pun menemani Jonah sambil meminum Orange Juice yang tadi dipesannya. Rif'ah sendiri tidak punya alasan untuk pergi, karena tidak ada siapapun yang menunggunya di kamar, sedangkan ia pun tengah asyik mengagumi otot-otot tubuh Jonah yang tersaji di hadapannya. Diam-diam, sambil pura-pura memainkan handphone, Rif'ah terus melirik ke arah otot-otot Jonah yang terlihat perkasa.
"Are you here alone?" Tanya Jonah tiba-tiba.
"Yes ... i am ... alone," ujar Rif'ah dengan suara yang sedikit bergetar. "How about you?"
"Aku juga sendirian. Aku sudah seminggu di Indonesia, dan tak bisa berhenti menyukai negeri ini. Terutama para wanitanya." ujar Jonah. Entah disadari atau tidak, mata Jonah menatap tajam ke arah payudara Rif'ah yang masih tertutup jilbab panjang. Rif'ah menyadarinya, dan karena itu ia berusaha menutupi bagian dadanya yang memang cukup besar.
Rif'ah merasa semakin canggung, dan ia merasa ini sudah sampai ke batas yang tidak bisa ia tangani. Karena itu ia segera memanggil pelayan dan meminta Bill. Tak lama kemudian, pelayan yang dipanggil Rif'ah kembali sambil membawa Bill. Dan ternyata, sang pelayan menggabungkan tagihan Rif'ah dan Jonah dalam 1 Bill.
Jonah hanya tersenyum setelah menyadari hal tersebut, dan langsung mengeluarkan uang dari dompetnya dan membayar seluruh tagihan tersebut. Rif'ah kalah cepat. Ia baru berhasil mengeluarkan dompet ketika pelayan tersebut telah pergi dengan membawa uang dari Jonah.
"You don't have to do that. I can pay by myself," ujar Rif'ah.
"Tenang saja. Anggap saja ini ucapan terima kasih karena sudah menemaniku makan malam." ujar Jonah.
Rif'ah terdiam. Namun ia menyadari tidak ada salahnya menerima pemberian dari Jonah. "Hmm ... thank you so much."
Mereka berdua pun beranjak dari restoran di lobby hotel tersebut, dan bersama-sama menuju lift. "Kita menginap di lantai yang sama, bukan?"
"Hmm ... iyah,"
"Aku masih ingat, kau di kamar 510, Bukan?"
"Kau punya ingatan yang bagus." jawab Rif'ah.
Sesampainya mereka di dalam lift, mata Jonah tampak berkunang-kunang. Posisi berdirinya mulai sempoyongan, hingga akhirnya ia menahan tubuhnya dengan menempelkan tangan ke dinding lift. Jonah tampak begitu tak berdaya. Rif'ah jadi kuatir dibuatnya
"Are you alright?" tanya Rif'ah dengan cemas.
"Ye ... Yes ... I'm alright." jawab Jonah dengan mata yang meringis seperti menahan sakit. Rif'ah jadi curiga jangan-jangan Jonah tidak kuat meminum bir tadi.
Tiba-tiba, Jonah pun hilang keseimbangan, dan doyong ke arah Rif'ah. Rif'ah tidak bisa berbuat apa-apa ketika akhirnya tangan Jonah menggelayut di lehernya. Jonah berusaha keras untuk mempertahankan posisi tubuhnya agar tetap berdiri. Rif'ah pun kini merasakan langsung kerasnya otot Jonah. Birahinya pun terus naik, seiring dengan naiknya lift tersebut ke lantai tempat mereka berdua menginap. Namun Rif'ah tidak bisa menunjukkan gairahnya, ia masih menjaga image-nya sebagai wanita muslimah yang alim di hadapan bule asing tersebut. Namun ia juga tidak bisa menghindar dari rangkulan Jonah, karena pria tersebut pasti akan langsung tersungkur di lantai lift. Ia menganggap ini adalah kondisi darurat, walau seharusnya ia menghindar untuk bersentuhan dengan lelaki yang bukan muhrimnya tersebut.
"Ding ..." pintu lift pun terbuka ketika mereka telah sampai di lantai 5. Rif'ah terdiam sesaat, tak tahu apa yang harus ia lakukan. Namun akhirnya ia memutuskan untuk memapah Jonah ke kamar milik bule tersebut. Kebetulan ia sudah tahu kamar Jonah karena sempat salah kamar tadi siang. Untung Jonah masih cukup sadar untuk bisa berjalan, sehingga beban Rif'ah tidak begitu berat ketika membopongnya. Akhwat berjilbab lebar tersebut hanya perlu mengarahkan Jonah agar berjalan lurus ke kamarnya.
Sesampainya mereka di depan kamar Jonah, Rif'ah pun meraba-raba celana jeans ketat yang dikenakan Jonah. Ia berusaha mencari kunci kamar tersebut. Dengan sedikit rasa takut, Rif'ah pun memasukkan tangannya ke kantong celana Jonah yang sempit untuk mencari kunci. Tanpa sengaja, tangannya menyenggol selangkangan Jonah, dan merasakan bentuk kemaluannya yang begitu besar. Darah mudanya pun kembali berdesir.
Akhirnya, setelah beberapa saat, Rif'ah berhasil menemukan kunci kamar tersebut. Ia pun membuka pintu kamar dan membantu Jonah masuk ke dalam kamar. Sesampainya mereka di dalam, pintu kamar tersebut pun menutup. Tinggal lah mereka berdua dalam kamar hotel yang begitu gelap. Rif'ah menyalakan lampu, sebelum kemudian merebahkan Jonah di atas tempat tidur.
Jonah tampak begitu mabuk, dan Rif'ah pun bingung harus berbuat apa untuk membantunya. Sempat terbersit keinginan untuk langsung kembali ke kamarnya, namun bentuk tubuh Jonah yang begitu jantan membuatnya tetap bertahan. Rif'ah pun memutuskan untuk mengambilkan air untuk Jonah, sebelum nanti ia kembali ke kamar.
Rif'ah pun berjalan ke arah meja tempat botol minum gratis yang disediakan hotel. Ia pun menuangkan air di dalam botol tersebut ke dalam gelas, dan membawakannya untuk Jonah. Ketika ia sampai di depan ranjang ... Alangkah terkejutnya Rif'ah. Ternyata, ketika Rif'ah mengambilkan air untuknya, Jonah telah membuka kaosnya hingga dadanya yang seksi itu terbuka, dan tampak begitu menggairahkan di mata Rif'ah. Rif'ah menelan ludahnya sendiri. Sekalipun ia akhwat yang selalu menjaga martabatnya, namun Rif'ah juga wanita yang punya nafsu birahi cukup besar. Karena itu, ia jadi begitu terangsang melihat Jonah terlentang di atas ranjang sambil telanjang dada.
Rif'ah berusaha menahan nafsunya, dan terus mendekati Jonah untuk memberikan air minum. Rif'ah duduk di tepian ranjang, dekat dengan kepala Jonah, dan memberikan gelas berisi air minum kepada bule tersebut. Rif'ah menggunakan tangannya untuk mengangkat kepala Jonah agar bisa menengguk air putih yang ia sajikan dengan baik. Di tengah kondisi antara sadar dan tidak, Jonah menerimanya dan langsung meminumnya sampai habis. Ia pun memberikan gelas kosong tersebut kembali pada Rif'ah, yang kemudian meletakkannya di meja kecil yang ada di samping tempat tidur.
Rif'ah baru saja akan beranjak untuk kembali ke kamarnya, ketika tiba-tiba tangan Jonah menggenggam tangannya. "Please, stay here ..." ujar Jonah lirih.
Jantung Rif'ah kembali berdetak kencang. Ia membayangkan apa yang akan terjadi antara dirinya dan Jonah, apabila ia terus berada di situ, apalagi dengan kondisi Jonah yang sepertinya sedang mabuk berat. Namun belum sempat Rif'ah membuat keputusan, Jonah telah terlebih dahulu menarik tangan Rif'ah dengan paksa, dan meletakkannya di otot dadanya yang kencang, yang kini tengah terbuka.
Jonah menggerakkan tangan Rif'ah yang halus di atas dadanya. Bahkan tangan Rif'ah pun sempat disentuhkan ke puting dadanya yang seksi. Tubuh Rif'ah makin gemetar. Sekalipun ia sudah pernah merasakan seks sebelumnya, namun sensasi bersama bule berbadan kekar ini sungguh berbeda.
"It's enough, Jonah." bisik Rif'ah. Namun entah kenapa, bisikan itu terdengar seperti desahan bagi siapapun yang mendengarnya, termasuk Jonah.
Kini Jonah menarik jemari Rif'ah ke arah bibirnya. Awalnya, Jonah hanya mencium tangan dan jemari Rif'ah, seperti tak ingin kehilangan jemari indah tersebut. Namun lama kelamaan, Jonah mulai memasukkan jemari tersebut ke dalam mulutnya, menjilatnya, dan menghisapnya. Rif'ah benar-benar merasa geli, baru kali ini ia diperlakukan seperti itu oleh seorang laki-laki.
"Rif'ah, you're so beautiful," ujar Jonah dengan suara yang begitu pelan, membuat Rif'ah kembali bergidik. Ia tak dapat memungkiri betapa payudara dan kemaluannya kini kompak berdenyut-denyut, menanti apa lagi yang akan dilakukan Jonah terhadapnya.
Jonah berusaha bangkit dari posisi tidur. Rif'ah begitu khawatir, ia pun membantu Jonah, sekalipun untuk itu ia kembali harus menyentuh punggung dan pundak Jonah yang terbuka. Posisi keduanya pun jadi begitu dekat. Namun Rif'ah masih ingin menjaga kehormatannya, dan berusaha menjauhi Jonah. Namun Jonah ternyata punya taktik lain. Dalam keadaan terduduk di pinggir tempat tidur, dari arah belakang, dengan cepat, Jonah merangkul perut Rif'ah dan menariknya, hingga akhwat cantik tersebut terduduk di atas pangkuan Jonah. Kini Jonah terduduk di tepian ranjang, dengan seorang gadis cantik berjilbab di pangkuannya.
"Jonah, stop it." Ujar Rif'ah. Rontaannya tak sebanding dengan kekuatan Jonah, sekalipun bule tersebut masih dalam keadaan antara sadar dan tidak. Apalagi setelah itu Jonah mulai meraba-raba tubuh Rif'ah yang masih tertutup kaos lengan panjang dan jilbab lebar. Rif'ah merasakan birahinya benar-benar dipompa habis-habisan oleh bule bertubuh kekar ini.
"Rif'ah, your body is so sexy," ujar Jonah tak peduli dengan Rif'ah yang terus menolak diperlakukan seperti itu. Apalagi Rif'ah tidak berusaha berteriak mencari pertolongan, yang sepertinya menjadi tanda kalau Rif'ah juga menikmati situasi ini. Karena itulah Jonah mulai berani menyentuh payudara Rif'ah yang membusung. Ia pun mulai mengarahkan bibirnya ke leher Rif'ah dari arah belakang.
"Ahhh, Jonah ... Don't touch my breast," entah apakah Rif'ah benar-benar ingin melarang Jonah dari menyentuh payudaranya atau tidak, karena Rif'ah malah menggigit bibir bawahnya sendiri, dan tidak berusaha menampik tangan Jonah yang mulai berbuat nakal. Sekalipun masih berpakaian lengkap, namun Jonah masih bisa merasakan bentuk payudara Rif'ah yang begitu seksi.
Jonah pun mulai mengurut dan meremas payudara tersebut dari luar. Seperti berusaha memompa gairah Rif'ah agar keluar seluruhnya. Ia mengelusnya mulai dari pangkal hingga ke puncaknya. Terkadang ia pun berusaha menyelipkan jarinya di belahan payudara Rif'ah.
Beberapa menit kemudian, keduanya pun hanyut dalam arus birahi, dan hanya menikmati situasi tersebut. Dalam kondisi lampu yang redup, Jonah terus meremas kedua payudara Rif'ah yang seperti tak henti-henti minta dipuaskan, sekalipun Rif'ah terus mengucapkan penolakannya. Rif'ah sendiri malah menggerakkan badannya maju mundur, seolah ingin sekali diperlakukan seperti itu oleh Jonah.
"I love your sexy body, sweetheart,"
"Nggghh ... don't squeeze it ... Ahhhh"
Tangan Jonah mulai berani masuk ke balik jilbab dan kaos Rif'ah. Ia pun mengelus-elus bagian perut Rif'ah yang halus dan lembut, membuat pemiliknya menggelinjang tak karuan. Jonah masih berusaha memeluk dan memangku tubuh Rif'ah yang tak sebanding dengan tubuhnya. Tampak sekali Jonah begitu ingin memuaskan birahi Rif'ah yang sepertinya sudah tak tertahan lagi.
Jonah meremas-remas payudara Rif'ah dari balik kaos panjang akhwat tersebut. Ia berusaha mencari-cari puting payudara Rif'ah. Tak terlalu sulit menemukannya, karena puting tersebut telah membesar, yang menandakan kalau pemiliknya juga telah hanyut dalam gairah. Jonah pun mengeluarkan puting tersebut dari bra yang dikenakan Rif'ah, dan memainkannya. Ia memutarnya, menjepitnya, dan mengelus-elus ujungnya. Perlakuan tersebut membuat Rif'ah makin terangsang dibuatnya.
Rif'ah sadar kalau kini ia berada di situasi yang salah, di dalam kamar bersama seorang pria asing yang tidak dikenalnya. Apalagi kini pria tersebut tengah memangku bokongnya yang indah, dan meremas-remas payudaranya yang suci. Namun kenikmatan yang ia rasakan, ternyata bisa menghilangkan semua pemikiran sehat tersebut. Jemari Jonah tampak begitu lihai memberikan rangsangan yang pas pada payudara akhwat cantik itu. Apalagi kemudian Jonah berusaha mencium Rif'ah dari belakang, hingga akhirnya bibir keduanya bertemu, dan mereka saling berpagutan dalam kondisi masih saling memangku.
"Hmmm .... hmmm ... muuuaaccchhh"
Keduanya tampak begitu menikmati percumbuan mereka. Lidah mereka saling membelit satu sama lain. Dalam posisi menyamping, Rif'ah meletakkan tangannya di dada Jonah. Sebaliknya, Jonah juga terus meremas kedua payudara Rif'ah ketika mengulum bibir akhwat tersebut.
Tak lama setelah itu, Johan berusaha bangkit dari tempatnya duduk. Rif'ah pun harus bangun dan bergeser ke atas ranjang. Ia bingung mengapa tiba-tiba Jonah menghentikan rangsangannya dan malah berjalan menjauhi dirinya. Apakah bule tersebut sudah orgasme? Tapi tak terasa ada sperma yang merembes dari celananya. Atau dia memang tidak suka dengan tubuh Rif'ah? Atau ... Atau?
"What's wrong Jonah?" tanya Rif'ah dengan rasa penasaran.
Jonah hanya tersenyum, sambil berjalan menuju kulkas kecil yang berada di seberang tempat tidur. Ia membuka pintu kulkas, seperti mencari-cari sesuatu. Dari dalamnya, ia mengeluarkan sebotol minuman keras dan dua gelas kecil. Jonah pun menuangkan minuman keras tersebut ke dalam gelas. Sambil membawa 2 gelas yang telah terisi tersebut, ia kembali mendekati Rif'ah.
"I just thirsty, honey," ujar Jonah sambil meletakkan kedua gelas tersebut di atas meja di dekat tempat tidur, dan kembali mencium bibir Rif'ah. Keduanya kembali berpagutan dengan penuh gairah, seolah mereka adalah sepasang suami istri yang sudah lama tidak bertemu. Rif'ah mengalungkan lengannya ke leher Jonah yang masih bertelanjang dada, sementara tangan Jonah membelai-belai punggung Rif'ah. Keduanya saling berhadapan, dengan Jonah mengangkangkan kakinya di atas selangkangan Rif'ah yang masih memakai rok panjang.
Jonah merebahkan Rif'ah dengan perlahan, berusaha membuatnya berbaring di atas tempat tidur. Rif'ah hanya pasrah, karena ia kini tengah berhadapan dengan seorang lelaki yang benar-benar jantan, tampan, cool, dengan bentuk tubuh yang begitu macho, benar-benar idaman para perempuan, bahkan akhwat alim seperti dia sekalipun.
"You're so beautiful, Rif'ah" ujar Jonah sambil mencium leher Rif'ah yang masih berbalut jilbab panjang. Rif'ah memalingkan wajah, berusaha menahan birahinya. Tangan Jonah kembali bergerilya, dan mengangkat kaos Rif'ah, makin lama makin ke atas, hingga perut akhwat tersebut kian terbuka lebar. "And so sexy too..."
Jonah terus mengangkat kaos Rif'ah hingga payudara akhwat tersebut terlihat jelas. Dengan perlahan, Jonah membelai kedua gunung suci tersebut, dan berusaha mengeluarkannya dari bra yang menutupinya. Tak sulit bagi Jonah untuk melakukannya, bahkan Rif'ah pun turut membantu Jonah, agar payudaranya segera bisa dipuaskan. Jonah pun mulai mengurut dan meremas toket Rif'ah yang membusung. Akhwat berjilbab nan alim tersebut hanya bisa mendesah keenakan, menikmati rangsangan tersebut.
Kedua insan berbeda jenis kelamin, dan berbeda ras tersebut kembali berciuman dengan liar. Nampak sekali kalau keduanya sudah sama-sama terangsang. Namun Jonah terus menahan Rif'ah untuk tetap melakukan foreplay. Hal ini membuat Rif'ah semakin belingsatan, karena biasanya ia langsung saja ke 'Menu Utama' setiap melayani Abu Nida dan Yanto.
Selepas berciuman, Jonah mengambil gelas minuman keras yang tadi ia letakkan di meja di sisi tempat tidur. Ia meminum sedikit isinya. Kemudian, Jonah tersenyum. Rif'ah tak tahu arti senyuman Jonah, hingga bule tersebut kemudian menuangkan sisa minuman keras yang ada di gelas tersebut ke atas payudara Rif'ah. Rasanya begitu dingin ... membuat gairah Rif'ah melonjak tajam. Apalagi setelah itu, Jonah langsung menjilati dan mengulum payudara Rif'ah untuk meminum semua minuman keras tersebut. Sungguh sensasi yang menggairahkan, terutama bagi Rif'ah yang baru kali ini merasakannya. Demi memudahkan aksinya, Jonah pun berusaha melepas kaos Rif'ah hingga tubuh bagian atas Rif'ah kini terbuka lebar.
"Do you like my body, Jonah?" tanya Rif'ah sambil menggigit bibir bawahnya.
"Aku suka kamu sejak pertama kali kita bertemu, sayang. Payudaramu adalah favoritku, tapi ternyata, pinggulmu juga begitu menggairahkan." jawab Jonah sambil merangkul pinggul Rif'ah dan menggesekkannya ke selangkangannya. Rif'ah bisa merasakan batang kemaluan besar yang masih bersembunyi di balik celana Jonah, berusaha menggeliat keluar.
Mereka pun kembali berciuman, mengadu kedua lidah mereka hingga saling membelit satu sama lain. Jonah memanfaatkan posisi itu untuk melepaskan bra Rif'ah yang masih tergantung.Sementara di bagian bawah, selangkangan mereka sudah saling beradu, sekalipun keduanya masing-masing masih mengenakan rok dan celana jeans.
Rif'ah ganti mendorong Jonah, agar bule berkulit putih tersebut gantian berbaring di atas ranjang. Setelah Jonah berada pada posisi tersebut, Rif'ah pun mendekati selangkangan Jonah, dan berusaha melepas celana jeansnya. Sedikit sulit memang, karena celana tersebut ternyata cukup ketat. Tapi berkat bantuan Jonah, akhirnya celana jeans tersebut pun melayang ke lantai hotel.
Di hadapan Rif'ah kini tersaji sebatang kemaluan super besar yang masih tertutup celana dalam berwarna hitam. Melihatnya saja sudah membuatku terangsang hebat, bagaimana bila nanti ia masuk ke dalam memekku, begitu pikir Rif'ah. Ia semakin gemeteran ketika ia berusaha menyingkap celana dalam Jonah, dan melepasnya. Benar saja, batang kemaluan di baliknya ternyata sangat besar, dan penuh dengan bulu kemaluan. Namun untungnya, berbeda dengan bule-bule lain, Jonah ternyata telah menyunat kemaluannya.
"Like it, Rif'ah? Please lick it ..."
Rif'ah pun menurut dan mulai menjulurkan lidahnya ke ujung kontol Jonah. Baunya tak begitu menyengat, karena sepertinya Jonah merupakan contoh bule yang rajin membersihkan diri dan kemaluannya. Rif'ah pun jadi tidak ragu-ragu ketika ia menyentuhkan lidahnya di ujung kontol Jonah, yang kemudian ia lanjutkan dengan menjilat-jilat batang kemaluan tersebut.
Jonah mengelus-elus kepala Rif'ah yang masih berbalut jilbab, berusaha menekan kepala tersebut agar lebih dekat dengan kemaluannya. Awalnya ia tak menyangkan kalau perempuan berjilbab panjang yang terlihat seperti perempuan baik-baik tersebut akan mau melayaninya di ranjang. Tapi ternyata benar apa yang ia pernah diskusikan dengan temannya sesama bule, kalau perempuan di Indonesia juga punya gairah seksual yang tinggi, tak berbeda dengan perempuan-perempuan di negara asalnya. Tak ada bedanya apakah wanita tersebut terkesan alim atau tidak.
Lidah Rif'ah terus menyapu batang kemaluan Jonah yang begitu besar, perlahan terus menuju ke arah testisnya yang berbulu lebat. Pengalaman dengan Abu Nida dan Yanto membuatnya lebih mengerti tentang bentuk dan struktur penis pria, termasuk cara membuat mereka terangsang. Jonah pun merasakan bagaimana Rif'ah begitu mengerti cara membuatnya puas. Perempuan cantik dengan kerudung ini telah membuatnya begitu horny. Ia tak menyangka kalau Rif'ah sudah begitu paham bagaimana caranya melakukan blow job. Ia pasti sudah sering melakukannya, pikir Jonah.
Tak lama kemudian, Rif'ah pun memulai gerakan mengulum, dengan memasukkan sebagian batang penis Jonah ke dalam mulutnya sendiri. Karena ukurannya yang cukup besar, penis Jonah tak bisa masuk semua ke dalam rongga mulut Rif'ah. Ia menghisap-hisap kemaluan tersebut seperti mengulum permen. Mata Rif'ah terpejam, namun hasratnya tetap terbuka. Rif'ah sudah terlanjur ingin melampiaskan nafsunya yang sudah naik kepada Jonah.
Jonah menekan kepala Rif'ah makin kencang. Ia sendiri sudah kepalang tanggung menikmati semua rangsangan perempuan alim tersebut. Walau baru kali ini bertemu, ia merasa beruntung karena langsung bisa membuat perempuan tersebut agar tunduk menghisap kemaluannya. Jonah pun menggerak-gerakkan pinggulnya dengan gerakan naik turun, seolah-olah ia sedang bersenggama dengan mulut akhwat cantik yang sedang ada di hadapannya tersebut.
"Ahhh ... Rif'ah, kamu melakukan blow job yang sangat indah, nghhh." Ujar Jonah.
Rif'ah tak bisa berkata apa-apa untuk menjawabnya karena mulutnya masih penuh dengan kemaluan Jonah. Namun hisapannya yang makin kencang dan lirikan matanya ke wajah Jonah menyiratkan tanda kalau Rif'ah juga menikmati blow job ini.
Beberapa menit kemudian, Jonah pun merasakan penisnya menegang begitu maksimal. Ada sesuatu di dalamnya yang mendesak ingin keluar. Dengan sigap, bule berbadan kekar tersebut langsung membalik tubuh Rif'ah hingga akhwat tersebut terlentang di atas ranjang. Jonah meneluarkan penisnya dari mulut Rif'ah namun tetap mengarahkannya ke arah wajah Rif'ah. Beberapa detik kemudian, semburan sperma pun menghujani wajah akhwat cantik tersebut, bahkan sampai membasahi jilbabnya di bagian dada. Begitu banyak sperma Jonah yang menyembur, sehingga bau sperma yang khas pun memenuhi ruangan. Namun Rif'ah tidak jijik, ia malah menyukainya. Rif'ah pun hanya tersenyum ketika Jonah berusaha membersihkan sperma tersebut dengan mulutnya sendiri. Jonah meminum spermanya sendiri, sambil menjilat-jilat bagian tubuh Rif'ah yang terbuka. Sungguh sensasi yang luar biasa.
Setelah selesai, Jonah pun merebahkan tubuhnya dan memeluk tubuh Rif'ah. Dalam hatinya, Rif'ah merasa bangga bisa memuaskan bule tampan tersebut.
----------
Dengan menggendong sebuah tas yang sepertinya cukup berat, Faizah berjalan di dalam sebuah perumahan yang terletak di pinggiran kota. Akhwat tersebut berhenti di sebuah rumah berpagar coklat tua yang tampak sepi. Ia pun membuka kunci pagar dan langsung masuk ke halaman rumah tersebut. Begitu sampai di depan pintu, Faizah langsung mengetuk pintu.
"Assalamualaykum, Mas Hendri ..." Faizah menunggu beberapa lama, sebelum akhirnya terdengar suara kunci pintu dibuka dari dalam.
Dari dalam rumah, tampak seorang pria berusaha membuka pintu walaupun ia tengah bertelanjang dada. Ia sempat mengintip sebentar lewat jendela, dan langsung tersenyum begitu mengetahui siapa yang datang.
"Halo adikku yang manis," ujar lelaki yang bernama Hendri tersebut begitu membuka pintu. Keduanya pun berciuman pipi, dan langsung masuk ke dalam rumah.
Ternyata Faizah merupakan adik dari lelaki yang bernama Hendri tersebut. Karena itu Hendri pun tak canggung bertelanjang dada dan hanya memakai sarung di hadapan Faizah. Mereka pun duduk di sebuah sofa yang ada di ruang tamu.
"Apa kabar, Kak? Kemana aja sih, lama banget gak ke sini," ujar Faizah.
"Maklum lah, Dek. Kakakmu ini kan pengusaha, jadi yah harus keliling-keliling buat cari uang."
"Pantes rumah ini kosong terus, sayang tahu kak, nanti diisi sama kuntilanak plus genderuwo lho,"
"Hahaha, kamu ada-ada saja. Mana ada setan nginep di sini, takut pasti mereka sama kakak. Lagian kamu kakak suruh nempatin rumah ini malah gak mau, daripada kamu ngekos."
"Hee, enakan ngekos kak, lebih deket kampus. Di sini kan sepi, mau nyari makan juga susah," perumahan tempat Hendri tinggal memang tergolong sepi, penghuninya harus berjalan dulu ke depan komplek untuk bisa menemui penjual makanan atau perlengkapan rumah tangga.
"Tapi kan di sini gratis, dan kamu juga bebas melakukan 'petualangan' kamu, hehee ..." Sebagai kakak, Hendri ternyata telah mengetahui orientasi seksual adiknya yang menyimpang, dan ia terkesan tak bermasalah dengan hal itu. Malah ia mendukung adiknya untuk terus 'berpetualang'.
"Kakak bisa saja, kakak sendiri bagaimana petualangannya?"
"Tunggu sebentar ..." Ujar Hendri sambil mengambil beberapa foto dari meja yang ada di belakangnya. "Coba lihat foto ini."
"Wah, cantik sekali, Kak. Faizah akui selera kakak emang mantap." Ujar Faizah begitu menerima foto yang disodorkan Hendri. Dalam foto tersebut tampak seorang perempuan berjilbab lebar, berkulit putih dan cantik, berusia sekitar 30 tahun.
"Itu foto dia sehari-hari, sekarang coba kamu lihat foto-foto ini ..." Hendri memberikan beberapa foto yang langsung membuat Faizah terbelalak.
"Wah, ternyata akhwat ini sudah kakak eksekusi yah ... " ujar Faizah dengan sedikit berteriak. Ternyata dalam foto-foto selanjutnya, akhwat cantik tersebut tampak berpose dengan binal, mempertontonkan payudara dan kemaluannya yang seksi. Yang membuatnya lebih menggairahkan adalah akhwat tersebut melakukannya sambil tetap mengenakan jilbab panjang.
"Siapa namanya Kak?"
"Mufidah ... Istrinya teman kakak. Sayangnya baru-baru ini dia pindah rumah, entah ke mana. Padahal kakak baru merasakan sebentar kenikmatan tubuhnya." Ujar Hendri dengan wajah yang sedikit muram.
"Haa, kakak jangan sedih gitu donk. Mungkin apa yang aku bawa bisa menghapus kesedihan kakak." Ujar Faizah sambil mengeluarkan sebuah laptop dari dalam tasnya. Ia kemudian meletakkan laptop tersebut di hadapan Hendri, dan menyetel sebuah video.
Di awal video, tampak suasana kamr kos Faizah yang sudah begitu dikenal Hendri. Adiknya itu tengah memainkan handphone di atas tempat tidur. Tiba-tiba terdengar ketukan dan salam dari pintu, Faizah pun langsung membuka pintu dan mempersilakan seorang akhwat berjilbab panjang untuk masuk.
"Siapa dia Faizah?"
"Namanya Ummu Nida, coba lihat lanjutannya ..."
Dalam video tersebut, tampak Faizah dan Ummu Nida mengobrol dengan suara yang tidak begitu jelas. Percakapan itu kemudian dilanjutkan dengan keduanya saling memeluk dan mencium. Kelanjutan video tersebut pun diisi pergimulan Faizah dengan Ummu Nida yang telah melepaskan pakaiannya, hanya menyisakan jilbab panjang yang masih ia kenakan.
Hendri hampir tak berkedip melihat video tersebut. Walau wajah Ummu Nida tak secantik Mufidah, sang akhwat idamannya, namun ummahat tersebut mempunyai bentuk tubuh yang lebih montok dan seksi. Payudaranya juga lebih besar dari milik Mufidah. Hendri pun terangsang dan kemaluannya langsung berdiri.
Mengetahui hal itu, Faizah tak tinggal diam. Ia pun mulai meraba-raba kemaluan Hendri dari balik sarung. Hendri pun tak mau kalah, ia menarik Faizah agar naik ke pangkuannya, hingga dadanya yang terbuka bersentuhan dengan dada Faizah. Kakak beradik tersebut pun berciuman dengan liar, layaknya sepasang kekasih yang sedang dimabuk cinta.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar